Liturgia Verbi 2025-09-27 Sabtu.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXV

Sabtu, 27 September 2025

PW S. Vinsensius a Paulo, Imam



Bacaan Pertama
Za 2:1-5.10-11a

"Aku datang dan tinggal di tengah-tengahmu."

Pembacaan dari Nubuat Zakharia:

Aku, Zakharia, melayangkan mataku dan melihat:
Tampak seorang yang memegang tali pengukur.
Aku lalu bertanya, "Ke manakah engkau pergi?"
Maka ia menjawab, "Ke Yerusalem, untuk mengukurnya,
untuk melihat berapa lebar dan panjangnya."

Lalu malaikat yang berbicara dengan daku maju ke depan.
Sementara itu seorang malaikat lain maju,
mendekatinya dan diberi perintah,
"Larilah, katakanlah kepada orang muda di sana itu, demikian,
'Yerusalem akan tetap tinggal seperti padang terbuka
oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya.
Dan Aku sendiri,' demikianlah sabda Tuhan,
'akan menjadi tembok berapi di sekelilingnya,
dan Aku akan menjadi kemuliaan di dalamnya."

"Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion,
sebab sesungguhnya Aku datang dan tinggal di tengah-tengahmu,"
demikianlah sabda Tuhan,
"dan pada waktu itu
banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada Tuhan
dan akan menjadi umat-Ku,
dan Aku akan tinggal di tengah-tengahmu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Yer 31:10.11-12ab.13,R:10d

Refren: Tuhan menjaga kita
seperti gembala menjaga kawanan dombanya.

*Dengarlah firman Tuhan, hai bangsa-bangsa,
dan beritahukanlah di tanah-tanah pesisir yang jauh,
katakanlah: Dia yang telah menyerakkan Israel
akan menghimpunnya kembali,
dan menjaganya seperti gembala menjaga kawanan dombanya!

*Sebab Tuhan telah membebaskan Yakub,
telah menebusnya dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya.
Mereka akan datang bersorak-sorai di atas bukit Sion,
muka mereka akan berseri-seri karena kebajikan Tuhan.

*Waktu itu anak-anak dara akan bersukaria menari beramai-ramai,
orang muda dan orang-orang tua akan bergembira,
Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan,
akan menghibur dan menyukakan mereka sesudah kedukaan.



Bait Pengantar Injil
2Tim 1:10b

Penebus kita Yesus Kristus telah membinasakan maut.,
dan menerangi hidup dengan Injil.



Bacaan Injil
Luk 9:43b-45

"Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia. 
Mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya."

Inilah Injil Suci menurut Lukas:

Semua orang heran karena segala yang dilakukan Yesus.
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya,
"Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini:
Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."

Mereka tidak mengerti perkataan itu,
sebab artinya tersembunyi bagi mereka,
sehingga mereka tidak dapat memahaminya.
Dan mereka tidak berani
menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Yesus menyampaikan sesuatu yang sangat penting kepada para murid-Nya, sebuah informasi yang bersifat nubuatan, sesuatu yang belum terjadi tetapi pasti akan terjadi:
"Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."

Namun para murid sama sekali tidak memahami apa yang Yesus maksudkan. Mereka pun tidak berani bertanya, tidak berusaha mencari tahu. Mereka memilih diam, seolah-olah tidak mendengarnya. Padahal Yesus sudah menegaskan lebih dahulu, "Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini." Artinya, perkataan Yesus ini bukan sembarang kata, tetapi sabda yang amat penting dan tidak boleh diabaikan.

Ini adalah kali kedua Yesus menubuatkan penderitaan-Nya. Sebelumnya Ia sudah berkata dengan lebih jelas: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh tua-tua, imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga" [Luk 9:22]. Dan bahkan pada kesempatan lain, Yesus mengulanginya lagi dengan sangat rinci: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem… Anak Manusia akan diolok-olokkan, dihina, diludahi, disesah, lalu dibunuh, dan pada hari ketiga Ia akan bangkit" [Luk 18:31-33].

Sampai tiga kali Yesus mengatakannya, tetapi murid-murid tetap tidak memahaminya. Apakah mereka begitu lamban? Menurut saya, bukan soal tidak mampu memahami, melainkan lebih kepada tidak mau. Mereka sedang larut dalam kegembiraan karena melihat banyak orang mengelu-elukan Yesus. Mereka sedang bangga melihat mujizat demi mujizat yang Yesus lakukan. Dalam suasana seperti itu, perkataan tentang penderitaan dan kematian jelas terasa tidak masuk akal, paradoks, dan bertentangan dengan harapan mereka.

Yesus tentu tahu bahwa sabda-Nya ini sulit diterima. Karena itulah Ia menekankan, "Dengarkan dan camkanlah." Artinya, jangan hanya mendengar bagian yang enak di telinga, tetapi terimalah juga sabda yang terasa berat.

Bukankah kita juga sering seperti para murid?
Kita lebih suka mendengar yang sesuai dengan keinginan kita, dan menolak atau mengabaikan hal-hal yang tidak enak didengar. Kita cenderung hanya percaya pada apa yang cocok di hati, sementara yang menentang kehendak kita dianggap tidak penting. Akibatnya, kita bisa mudah hanyut dalam arus penyesatan, apalagi di tengah banjir informasi seperti sekarang ini.

Karena itu saya selalu kembali kepada sumber. Jika sumbernya tidak jelas, saya hati-hati. Tetapi Injil, sabda Tuhan, adalah sumber yang paling dapat dipercaya, seratus persen. Maka bagi saya, jika pemahaman saya berbeda dengan yang tertulis dalam Injil, sudah pasti Injillah yang benar, bukan pendapat saya.

Kalau kita percaya Yesus adalah Kristus, penyelamat kita, pantaskah kita meragukan sabda-Nya? Sama seperti orang sakit yang percaya pada dokter: kalau kita datang kepadanya untuk sembuh, bukankah kita mesti percaya pada resep yang ia berikan? Masak kita lebih percaya pada orang yang bukan dokter untuk urusan kesehatan kita?

Demikian pula dengan Yesus. Kalau saya percaya Ia adalah Juruselamat saya, maka tugas saya adalah mendengarkan dan mencamkan semua sabda-Nya, sekalipun terasa berat, sekalipun kelihatan paradoksal menurut nalar saya. Karena sabda-Nya adalah kebenaran.

Maka mari kita perbanyak waktu untuk mendengarkan Injil, mencamkan sabda Yesus, dan melaksanakannya dalam hidup sehari-hari. Jangan biarkan keragu-raguan mengambil tempat dalam hati kita. Jadilah pelaku firman, yakni orang yang mendengar, mencamkan, dan melakukan ajaran Yesus Kristus. Amin.



Peringatan Orang Kudus
Santo Vinsensius a Paulo, Pengaku Iman
Vinsensius a Paulo terkenal sebagai rasul cintakasih bagi kaum miskin dan penghibur orang-orang sakit. Pendiri Kongregasi Misi dan Kongregasi Puteri-puteri Cintakasih ini lahir di Pouy, Gascony, Prancis pada tanggal 24 April 1581. Ayahnya Jean de Paul dan ibunya Bertrande de Moras dikenal sebagai petani miskin di Pouy dengan enam orang anak. Meskipun demikian, mereka orang beriman dan saleh hidupnya. Mereka mendidik anak-anaknya dalam kerja dan hidup doa sehingga semuanya berkembang dewasa menjadi orang beriman yang saleh dan disenangi banyak orang.
Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya membiayai sekolah. Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan nuraninya untuk menjadi imam. Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya. Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat. Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.
Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia. Di sana dia dibeli oleh seorang saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak penderitaan karena perlakuan kasar majikannya. Namun dia dengan sabar dan rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.
Di Prancis, ia bekerja di paroki Clichy di pinggiran kota Paris. Di bawah bimbingan Pater Pierre de Berulle, seorang teolog terkenal yang kemudian menjadi Kardinal, ia menjadi seorang imam yang disukai umat. Atas permintaan Pater de Berulle, ia menjadi pengajar pribadi putera tertua Philippe Gondi, seorang bangsawan terkemuka dari Prancis. Dalam keluarga bangsawan ini Vinsens mulai mencurahkan seluruh kemampuannya. Ia tidak hanya mengajar tetapi juga memberikan bimbingan rohani kepada para petani yang bekerja, di perkebunan-perkebunan keluarga Gondi di Champagne dan Picardy. Kepada mereka, Vinsens mengajarkan kebajikan-kebajikan iman Kristen dan mendorong mereka untuk selalu menerima sakramen terutama Komuni Kudus serta kembali kepada praktek iman Kristen yang benar dalam hidup sehari­hari.
Pada tahun 1617, Vinsens diangkat sebagai pastor paroki Chatillon­Les-Dombes. Paroki ini tergolong sulit dan berat karena sarat dengan masalah kemerosotan moral dan praktek kekafiran. Vinsens ternyata orang hebat. Ia berhasil mempertobatkan umat paroki itu hanya dalam waktu satu tahun. Kesalehan hidupnya dan caranya melayani umat sanggup mematahkan kedegilan hati umat. Di paroki itulah, Vinsens mulai merintis pendirian tarekat Persaudaraan Cintakasih. Ia berhasil menarik 20 orang wanita yang dengan sukarela mengunjungi orang­orang sakit dan para fakir miskin di seluruh wilayah paroki.
Menyaksikan prestasi Vinsens, Jean Francois de Gondi, Uskup Agung Paris dan saudara kandung Philippe Gondi, meminta Vinsens mendirikan sebuah tarekat misioner untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen-sakramen di seluruh wilayah keuskupannya. Tarekat misioner ini kemudian dikenal luas dengan nama 'Kongregasi Imam untuk Karya Misi' atau Kongregasi Misi. Imam-imam dalam kongregasi ini lazim juga disebut 'Imam-imam Lazaris'. Pada mulanya mereka bermarkas di Kolese des Bos-Enfants, yang dipercayakan kepada Vinsens oleh Uskup Agung Jean Francois de Gondi.
Masalah besar yang dihadapi Vinsens ialah kurangnya persiapan imam-imam diosesan Prancis untuk tugas-tugas pastoral. Untuk mengatasinya, Vinsens mulai melancarkan program pembinaan rohani khusus untuk para calon imam yang akan ditahbiskan. Untuk itu, ia memindahkan pusat karyanya ke biara Santo Lazarus di Paris atas dukungan kepala biara itu. Di biara itu, Vinsens memprakarsai pertemuan mingguan untuk imam-imam diosesan, dan kegiatan pemeliharaan anak-anak yatim-piatu dan para fakir miskin. Melalui pertemuan mingguan itu, ia berhasil mendidik sejumlah orang saleh dari Prancis, seperti Jacques Benigne Bossuet dan Jean Jacques Olier, pendiri Serikat Santo Sulpice.
Bagi para miskin dan orang sakit, ia mendirikan banyak Yayasan Persaudaraan Cintakasih, yang telah dimulainya di paroki Chatillon-Les­Dombes. Louise de Marillac, janda Antoine Le Gras yang kemudian digelari kudus, ditugaskan untuk mengurus yayasan-yayasan itu. Orang­orang kaya dimintanya menyumbangkan sejumlah kekayaannya bagi orang-orang miskin. Beberapa wanita di bawah pimpinan Louise de Marillac dibimbingnya untuk menangani karya itu. Kelompok kecil ini terus bertambah jumlahnya dan akhirnya menjadi satu kongregasi tersendiri, Kongregasi Suster Puteri-puteri Cintakasih. Kelompok suster ini merupakan kelompok religius terbesar dalam Gereja dewasa ini. Semangat dua kongregasi religius yang didirikannya diilhami oleh pandangannya tentang cinta kepada Tuhan yang bersifat praktis: "Cintailah Tuhan dengan kedua tanganmu sampai kecapaian dan dengan butir-butir peluh yang mengucur dari wajahmu!"
Vinsensius a Paulo meninggal dunia di Paris pada tanggal 27 September 1660. Oleh Paus Klemens XII, ia digelari 'kudus' pada tahun 1737, dan oleh Paus Leo XIII diangkat sebagai pelindung semua karya dan perkumpulan cintakasih.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/