Liturgia Verbi (B-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XVII
Selasa, 30 Juli 2024
PF S. Petrus Krisologus, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama
Yer 14:17-22
"Ya Tuhan, janganlah kiranya membatalkan perjanjian-Mu dengan kami."
Pembacaan dari Kitab Yeremia:
Air mataku bercucuran siang dan malam tiada hentinya,
sebab anak dara, puteri bangsaku, dilukai dengan luka parah,
luka yang sama sekali tidak tersembuhkan.
Apabila aku keluar ke padang,
di sana ada orang-orang yang mati terbunuh oleh pedang!
Apabila aku masuk ke dalam kota,
di sana ada orang-orang sakit kelaparan.
Bahkan baik nabi maupun imam
menjelajah negeri yang tidak dikenalnya.
Telah Kautolakkah Yehuda sama sekali?
Telah merasa muakkah Engkau terhadap Sion?
Mengapakah kami Kaupukul sedemikian,
hingga tidak ada lagi kesembuhan bagi kami?
Kami mengharapkan damai sejahtera,
tetapi tiada sesuatu yang baik.
Kami mengharapkan kesembuhan, namun hanya ada kengerian.
Ya Tuhan, kami insaf akan kejahatan kami,
dan akan kesalahan leluhur kami;
kami sungguh telah berdosa terhadap-Mu;
janganlah kiranya menolak kami,
dan janganlah Engkau menghinakan takhta kemuliaan-Mu!
Ingatlah akan perjanjian-Mu dengan kami,
janganlah kiranya membatalkannya.
Adakah yang dapat menurunkan hujan
di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu?
Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat?
Bukankah hanya Engkau saja, ya Tuhan Allah kami,
pengharapan kami,
yang membuat semuanya itu?
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 79:8.9.11.13,R:9bc
Refren: Demi kemuliaan nama-Mu bebaskanlah kami, ya Tuhan.
*Janganlah perhitungkan kepada kami
kesalahan nenek moyang!
Kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami,
sebab sudah sangat lemahlah kami.
*Demi kemuliaan nama-Mu,
tolonglah kami, ya Allah penyelamat!
Lepaskanlah kami,
dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu!
*Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan;
sesuai dengan kebesaran lengan-Mu,
biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh!
Maka kami, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu,
akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya,
dan akan memberitakan puji-pujian bagi-Mu turun-temurun.
Bait Pengantar Injil
Benih melambangkan sabda Allah, penaburnya ialah Kristus.
Semua orang yang menemukan Kristus,
akan hidup selama-lamanya.
Bacaan Injil
Mat 13:36-43
"Seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api,
demikian juga pada akhir zaman."
Inilah Injil Suci menurut Matius:
Pada suatu hari
Yesus meninggalkan orang banyak, lalu pulang.
Para murid kemudian datang dan berkata kepada-Nya,
"Jelaskanlah kepada kami
perumpamaan tentang lalang di ladang itu."
Yesus menjawab,
"Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia.
Ladang itu ialah dunia.
Benih yang baik adalah anak-anak Kerajaan
dan lalang adalah anak-anak si jahat.
Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis.
Waktu menuai ialah akhir zaman, dan para penuai itu malaikat.
Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api,
demikian juga pada akhir zaman.
Anak Manusia akan mengutus malaikat-malaikat-Nya
dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan
dan semua orang yang melakukan kejahatan
dari dalam Kerajaan-Nya.
Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api.
Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Pada waktu itulah orang benar akan bercahaya seperti matahari
dalam Kerajaan Bapa mereka.
Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan!"
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Renungan hari ini saya ambilkan dari renungan *The Power of Word* yang dibawakan oleh Ibu Erna Kusuma berikut ini:
*Menjadi Gandum, Bertekun Dalam Kebaikan*
Oleh Erna Kusuma
*Doa Pembukaan*
Dalam Nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Ya Allah Bapa kami,
Kami bersyukur kepada-Mu sebab Engkau memberi kami kebebasan untuk memilih, apakah kami akan menjalani hidup sebagai orang baik atau tidak.
Kami ingin menjadi orang baik bukan karena keterpaksaan,
melainkan karena memang kami menghendaki demikian.
Maka bersabdalah ya Bapa, agar kami dimantapkan dengan pilihan bebas kami itu, kami siap mendengarkannya.
Amin.
*Renungan*
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Dunia ini memang seperti ladang gandum.
Tuhan selalu mengutus malaikat, nabi, dan bahkan Putera-Nya sendiri, untuk menaburkan benih gandum, dengan harapan benih itu akan tumbuh subur dan pada waktu panen akan menghasilkan banyak biji gandum.
Tetapi iblis malah menaburkan rumput ilalang yang serakah dan egois sehingga menyulitkan bulir-bulir gandum untuk tumbuh subur.
Gandum dan lalang hidup dan tumbuh berdampingan di dunia ini, baru pada akhir zaman akan dilakukan pemisahan di antara keduanya.
Bulir gandum akan dikumpulkan dari disimpan dalam lumbung, sedangkan lalang akan diikat lalu dibakar.
Sebagai akibatnya, terjadi dualisme dalam kehidupan kita, dan keduanya saling bertentangan.
Rupanya Allah Bapa kita memberi kebebasan kepada kita untuk menentukan sendiri mau seperti apa kehidupan di dunia ini kita jalani, apakah kita mau hidup seperti gandum atau lalang.
Sebagian orang merasa lebih enak jadi lalang, boleh serakah, boleh egois, tak perlu peduli terhadap orang lain.
Tetapi sesungguhnya Tuhan menghendaki kita untuk menjalani hidup sebagai gandum, hidup yang penuh kasih, rendah hati, dan selalu memiliki niat baik terhadap orang lain.
Tuhan mau agar kelak kita dapat hidup kekal bersama-Nya.
Di dalam keluarga dan masyarakat, sebagai gandum, kita diminta untuk saling menghormati, toleransi, dan saling menolong satu sama lainnya.
Sebagai lalang kita hanya akan terjebak dalam suasana diskriminatif, kekerasan dan ketidak-adilan, atau bersikap acuh-tak-acuh terhadap masalah sosial.
Kita lebih menyukai menebar gosip ketimbang berdoa kepada Tuhan, cenderung merasa diri benar dan mudah menyalahkan orang lain.
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Tidak mudah untuk menjadi gandum di tengah-tengah lalang.
Untuk tetap dapat tumbuh, Yesus melarang kita untuk mencabuti lalang yang menghambat pertumbuhan gandum itu.
Yesus melarang kita menghakimi orang lain yang menurut kita telah berbuat salah.
Yesus mau agar kita lebih berfokus pada pertumbuhan iman kita sendiri.
Janganlah rajin melihat selumbar di mata orang padahal ada balok menutupi mata kita.
Jadilah gandum sampai dengan hari penghakiman terakhir dari Tuhan, maka kita akan dikumpulkan dan disimpan dalam lumbung, tidak diikat lalu dibakar.
Lebih jauh lagi, Yesus malahan mengutus kita untuk datang kepada lalang, seperti domba yang diutus ke tengah-tengah serigala.
Misalkan saja kita adalah seorang karyawan yang memiliki niat baik untuk bekerja keras dan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, tetapi bisa jadi tergoda ketika melihat ada karyawan lain yang mengambil jalan pintas demi keuntungan pribadi, menyalahgunakan kewenangan yang diberikan oleh perusahaan, menindas bawahannya, dan sebagainya.
Kalau orang lain boleh kenapa saya tidak?
Mampu lolos dari godaan seperti ini nampaknya masih belum cukup.
Yesus mau agar kita turut terlibat dalam upaya terjadi pertobatan para lalang itu.
Yesus mau agar kita menjadi terang bagi para lalang itu.
Maka menjadi penting bagi kita untuk terus menerus menumbuhkan iman kita, agar tak hanyut oleh iming-iming, godaan, dan cobaan dari iblis.
Diperlukan kewaspadaan spiritual agar bisa tetap pada komitmen kita memilih gandum dalam menjalani hidup kita.
Kita juga mesti menyadari bahwa kebaikan dan kejahatan ada berdampingan di dunia ini.
Tuhan memberi kita kebebasan untuk memilih, apakah kita ingin menjadi gandum atau lalang, dan kita telah memutuskan bahwa kita mau menjadi gandum serta siap menanggung konsekuensi dari pilihan kita itu.
Maka, tak ada jalan lain kecuali bertekun dalam kebaikan.
Sekarang marilah kita berdoa bersama untuk menutup perjumpaan kita pada hari ini.
Ya Allah, Bapa kami,
Penjelasan Yesus pada Bacaan Injil hari ini telah lebih memantapkan pilihan kami untuk hidup sebagai gandum di antara para lalang.
Kami adalah benih yang ditaburkan oleh Yesus, maka bimbinglah kami dengan kasih setia-Mu agar kami tetap sebagai gandum sampai pada saat penghakiman terakhir kelak.
Doa dan harapan ini, kami sampaikan kepada-Mu melalui perantaraan Yesus Kristus, Tuhan dan penyelamat kami.
Amin.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Peringatan Orang Kudus
Santo Petrus Krisologus, Uskup dan Pujangga Gereja
Seorang yang dengan tekun dan sungguh-sungguh mengejar cita-cita akan memperoleh hasil yang melebihi harapan dan keinginannya. Prinsip ini terlihat dan terlaksana dalam diri Santo Petrus Krisologus, yang dijuluki "Si Mulut Emas". Ketika masih muda belia, ia sudah menjabat sebagai uskup di Ravenna. Pada masa itu, cara hidup kafir yang merajalela di antara umat di keuskupannya merupakan suatu masalah berat yang harus ditanganinya. Untuk itu, senjata ampuh satu-satunya ialah "kotbah-kotbahnya yang menyentuh hati umat". Dan Petrus Krisologus berhasil dalam memanfaatkan senjata ini. Kotbah-kotbahnya yang pendek dan menyentuh hati umat berhasil mempertobatkan banyak umat. Dalam kotbah-kotbahnya, ia menekankan pentingnya penghayatan dan penerapan asas-asas moral Kristiani dan ajaran resmi Gereja tentang iman akan Yesus Kristus. Hal ini sangat cocok dengan keadaan umat di Ravenna yang dilanda praktek kekafiran. Penyajian yang sangat bagus dan otentik membuat kotbah-kotbahnya sangat bermutu. Tigabelas abad kemudian, Paus Benediktus XIII (1724-1730) mengangkat dia menjadi seorang Pujangga Gereja.
Semangatnya yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya demi perkembangan iman umat, membuat dia menjadi orang tersohor di kalangan Bapa-bapa Gereja, baik karena caranya mengajar maupun caranya memimpin umat. Ia amat bijaksana dan memandang keahliannya sebagai karunia Tuhan yang harus diabdikan bagi kepentingan perkembangan Gereja.
Dalam pada itu Petrus Krisologus pun terkenal sebagai seorang uskup penentang ajaran sesat yang disebarkan Eutiches. Eutiches menyebarkan ajaran sesat yang menyangkal kemanusiaan Kristus. Untuk kemajuan ajarannya, ia tidak segan-segan meminta dukungan Gereja dari Petrus Krisologus selaku Uskup Ravenna. Tetapi Uskup Krisologus yang terkenal ramah itu menjawabnya dengan bijaksana dan ramah: "Demi perdamaian dan iman, kita sebaiknya menyebarkan ajaran iman dengan persetujuan Sri Paus selaku Pimpinan Tertinggi Gereja". Oleh karena itu, ia menolak gagasan Eutiches dan sebaliknya mendesak dia untuk mengakui dan mengimani rahasia "Penjelmaan Kristus" dan semua kebenaran iman yang diajarkan oleh Gereja.
Semangat imannya yang begitu besar disertai cinta kasihnya yang meluapluap membuat "Si Mulut Emas" ini meraih hasil karya yang melebihi cita-cita dan impiannya. Beberapa lama sebelum wafatnya, ia pulang ke tanah kelahirannya Imola dan di sana ia wafat dengan tenang pada tahun 450.
Santo Yustinus de Yakobis, Pengaku Iman
Yustinus lahir di San Fele, Italia pada tanggal 9 Oktober 1800. Dari empatbelas orang bersaudara, Yustinus adalah anak ketujuh dalam keluarganya. Ketika masih kecil, ia tinggal di Napoli. Kemudian pada umur 18 tahun, ia masuk Kongregasi Misi di tempat asalnya.
Ia benar-benar menghayati panggilannya dengan konsekuen. Menurut kesan kawan-kawannya, ia adalah seorang biarawan yang dicintai Tuhan dan sesama manusia, karena sifat-sifatnya yang menyenangkan banyak orang: rendah hati, ramah dan suka bergaul dengan siapa saja. Setelah ditahbiskan menjadi imam, ia bekerja di antara orang-orang miskin dan melarat di luar kota. Ia membantu mendirikan pusat Kongregasi baru di Napoli dan kemudian diangkat sebagai superior di Lecce. Ia dikenal luas oleh banyak orang karena tindakan-tindakannya di luar acara rutin sehari-hari. Ia memelihara dan merawat para penderita wabah kolera di Napoli tanpa mengenal lelah dan menghiraukan kesehatannya sendiri. Karena itu semua orang sangat menghormati dan mencintai dia.
Pada tahun 1839 ia diutus sebagai Prefek dan Vikaris Apostolik ke Etiopia, sebuah daerah misi baru di benua Afrika. Di sana selama dua tahun ia memusatkan perhatiannya pada usaha mengenal segala sesuatu menyangkut negeri itu: rakyatnya, bahasanya dan adat-istiadatnya. Dengan sifat-sifatnya yang baik dan cara hidupnya yang menarik, ia berhasil menghilangkan kecurigaan rakyat setempat. Kata-katanya yang menawan dan lembut memberi kesan pada hati banyak orang bahwa kehadirannya di tengah mereka adalah sebagai sahabat dan pelayan bagi mereka.
Meskipun ia berhasil sekali dalam tugasnya, namun ia sama sekali tidak terlepas dari banyak kesulitan seperti semua orang lain yang memperjuangkan keluhuran hidup. Tidak sedikit pemuka rakyat iri hati dan membenci dia. Kesulitan besar datang tatkala William Massaia diangkat sebagai Uskup Etiopia. Salama, seorang pemuka Gereja Optik melancarkan kampanye anti Gereja Katolik. Oleh pemimpin setempat, Kolesekolese Katolik ditutup dan agama Katolik dihalang-halangi perkembangannya. Uskup William Massaia diusir pulang ke Aden. Sebelum berangkat, Uskup Massaia dengan diam-diam mengangkat Yustinus de Yakobis sebagai uskup di Massawa. Sebagai uskup, Yakobis menahbiskan 20 orang imam asal Etiopia untuk melayani umat Katolik yang berjumlah 5000 orang dan membuka kembali kolese-kolese.
Pada tahun 1860, Kedaref Kassa menjadi raja. Ia segera mendesak Salama untuk kembali melancarkan pengejaran terhadap semua orang beragama Katolik. Uskup Yakobis sendiri ditangkap dan dipenjarakan selama beberapa bulan.
Uskup Yakobis menghabiskan masa hidupnya di sepanjang pantai Laut Merah. Dalam perjalanannya menuju Halai, ia jatuh sakit karena keletihan dan kurang makan. Ia meninggal dunia pada tanggal 31 Juli 1860 di lembah Alghedien.
Santo Abdon dan Senen, Martir
Kedua orang kudus abad ke-3 ini berasal dari Persia. Mereka adalah tawanan perang dan budak belian yang sudah menganut agama Kristen. Kemartiran mereka bermula dari usaha mereka menguburkan jenazah-jenazah para kaum beriman yang dibunuh oleh orang kafir. Mereka ditangkap dan dibawa ke Roma. Di sana mereka dipaksa untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewi Romawi. Dengan tegas mereka menolak melakukan perbuatan berhala ini karena tak ingin mengkhianati imannya sendiri. Karena itu mereka dianiaya dan dipenggal kepalanya. Jenazah mereka dimakamkan oleh diakon Kuirinus di rumahnya. Kemudian pada tahun 833, tulang-tulang mereka dipindahkan oleh Paus Gregorius IV (827-844) ke dalam gereja Santo Markus di Roma.
Santa Yulita dari Kaesarea, Pengaku Iman
Yulita berasal dari Kapadokia. Ia memiliki ladang dan ternak, harta kekayaan lainnya dan banyak budak belian. Di antara penduduk setempat, Yulita tergolong wanita kaya raya. Banyak orang mengadakan hubungan dagang dengannya. Pada suatu ketika, dia terlibat dalam suatu pertikaian bisnis dengan seorang pemuka masyarakat. Dia dihadapkan ke pengadilan namun berhasil mengalahkan orang itu. Karena itu dia menjadi musuh bebuyutan orang itu.
Untuk membalas kekalahannya di depan pengadilan, orang itu melaporkan kepada penguasa setempat bahwa Yulita adalah seorang penganut agama Kristen. Oleh laporan ini, hakim segera memanggil Yulita dan memaksanya untuk mempersembahkan kurban bakaran kepada dewa Zeus.
Yulita berani menentang. Dengan tegas ia berkata: "Ladangku dan semua kekayaanku boleh diambil dan dirusakkan. Tetapi sekali-kali aku tidak akan meninggalkan imanku. Aku tidak akan pernah menghina Tuhanku yang telah menciptakan aku. Aku tahu bahwa aku akan memperoleh semuanya itu kembali di surga".
Tanpa banyak berpikir hakim itu menyuruh para algojo membakar hidup-hidup Yulita di depan umum. Peristiwa naas ini terjadi kira-kira pada tahun 303.