Liturgia Verbi 2025-08-04 Senin.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XVIII

Senin, 4 Agustus 2025

PW S. Yohanes Maria Vianney, Imam



Bacaan Pertama
Bil 11:4b-15

"Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas bangsa ini."

Pembacaan dari Kitab Bilangan:

Sekali peristiwa, dalam perjalanannya melintasi gurun pasir,
orang-orang Israel berkata,
"Siapakah yang akan memberi kita makan daging?
Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir tanpa bayar,
akan mentimun dan semangka,
bawang prei, bawang merah dan bawang putih.
Tetapi sekarang kita kurus kering,
tiada sesuatu pun yang kita lihat kecuali manna."

Adapun manna itu seperti ketumbar
dan kelihatannya seperti damar bedolah.
Orang-orang Israel berlari kian ke mari untuk memungutnya,
lalu menggilingnya dengan batu kilangan
atau menumbuknya dalam lumpang.
Mereka memasaknya dalam periuk
dan membuatnya menjadi roti bundar;
rasanya seperti rasa panganan yang digoreng.
Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam,
maka turunlah juga manna di situ.

Musa mendengar keluh-kesah bangsa itu,
sebab orang-orang dari setiap keluarga menangis
di depan pintu kemahnya.
Maka bangkitlah murka Tuhan dengan sangat,
dan hal itu dinilai jahat oleh Musa.
Maka berkatalah Musa kepada Tuhan,
"Mengapa Kauperlakukan hamba-Mu ini dengan buruk,
dan mengapa aku tidak mendapat kasih karunia dalam pandangan-Mu?
Mengapa Engkau membebankan kepadaku tanggung jawab atas seluruh bangsa ini?
Akukah yang mengandung atau melahirkan bangsa ini?
Mengapa Engkau berkata kepadaku,
'Pangkulah dia
seperti seorang inang memangku anak yang sedang menyusu?
Bimbinglah dia ke tanah
yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyangnya!"
Dari manakah aku mengambil daging
untuk diberikan kepada seluruh bangsa ini?
Sebab mereka menangis kepadaku dan berkata,
'Berilah kami daging untuk dimakan.
Aku seorang diri
tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini,
sebab terlalu berat bagiku.
Jika Engkau berlaku demikian kepadaku,
sebaiknya Engkau membunuh aku saja;
jika aku mendapat kasih karunia dalam pandangan-Mu,
janganlah kiranya aku mengalami malapetaka!"

Demikianlah sabda Tuhan.

ATAU BACAAN LAIN:
Im 23:1.4-11.15-16.27.34b-37

Pembacaan dari Kitab Imamat:

Tuhan bersabda kepada Musa,
"Inilah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
hari-hari pertemuan kudus yang harus kalian maklumkan
masing-masing pada waktunya yang tetap.
Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu,
pada waktu senja,
adalah Paskah bagi Tuhan.
Dan pada hari yang kelima belas bulan itu
adalah hari raya Roti Tidak Beragi.

Tujuh hari lamanya kalian harus makan roti yang tidak beragi.
Pada hari yang pertama kalian harus mengadakan pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Kalian harus mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan tujuh hari lamanya.
Pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus,
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat."

Tuhan bersabda pula kepada Musa,
"Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka,
'Apabila kalian sampai ke negeri
yang akan Kuberikan kepada kalian,
dan kalian menuai hasilnya,
maka kalian harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam.
Dan imam itu harus mengunjukkan berkas itu di hadapan Tuhan,
supaya Tuhan berkenan akan kalian.
Imam harus mengunjukkannya pada hari sesudah sabat.

Kemudian kalian harus menghitung,
mulai dari hari sesudah sabat itu,
yaitu waktu kalian membawa berkas persembahan unjukan,
haruslah genap tujuh minggu.
Sampai pada hari sesudah sabat yang ketujuh
harus kalian hitung lima puluh hari.
Lalu kalian harus mempersembahkan kurban sajian yang baru kepada Tuhan.

Akan tetapi tanggal sepuluh bulan ketujuh adalah Hari Pendamaian.
Kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan harus merendahkan diri dengan berpuasa
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Hari yang kelima belas bulan ketujuh itu
adalah hari raya Pondok Daun bagi Tuhan,
tujuh hari lamanya.
Pada hari yang pertama harus ada pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Tujuh hari lamanya
kalian harus mempersembahkan kurban api-apian
dan pada hari yang kedelapan
kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Itulah hari raya Perkumpulan.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.

Itulah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
yang harus kalian maklumkan sebagai hari pertemuan kudus
untuk mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan,
yaitu kurban bakaran dan kurban sajian,
kurban sembelihan dan kurban-kurban curahan,
setiap hari, sebanyak yang ditetapkan untuk hari itu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 81:12-13.14-15.16-17,R:2a

Refren: Bersorak-sorailah bagi Allah, kekuatan kita.

*Umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku,
dan Israel tidak suka kepada-Ku.
Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya;
biarlah mereka berjalan mengikuti angan-angannya sendiri!

*Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku;
sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan,
seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan,
dan para lawan mereka Kupukul dengan tangan-Ku.

*Orang-orang yang membenci Tuhan akan tunduk kepada-Nya,
dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya.
Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik,
dan dengan madu dari gunung batu
Aku akan mengenyangkannya.

ATAU MAZMUR LAIN:
Mzm 81:3-4.5.6ab.10-11ab

Refren: Bersorak-sorailah bagi Allah, kekuatan kita.

*Angkatlah lagu, bunyikanlah rebana,
petiklah kecapi yang merdu, diiringi gambus.
Tiuplah sangkakala pada bulan baru,
pada bulan purnama, pada hari raya kita.

*Sebab begitulah ditetapkan bagi Israel,
suatu hukum dari Allah Yaku;
hal itu ditetapkan-Nya sebagai peringatan bagi Yusuf,
waktu Ia maju melawan tanah Mesir.

*Janganlah ada di antaramu allah lain,
dan janganlah engkau menyembah allah asing.
Akulah Tuhan, Allahmu,
yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.



Bait Pengantar Injil
Mat 4:4b

Manusia hidup bukan saja dari makanan,
melainkan juga dari setiap sabda Allah.



Bacaan Injil
Mat 14:13-21

"Sambil menengadah ke langit Yesus mengucapkan doa berkat;
dibagi-bagi-Nya roti itu, dan diberikan-Nya kepada para murid. 
Lalu para murid membagi-bagikannya kepada orang banyak."

Inilah Injil Suci menurut Matius:

Sekali peristiwa,
setelah mendengar berita pembunuhan Yohanes Pembaptis,
menyingkirlah Yesus;
dengan naik perahu
Ia bermaksud mengasingkan diri ke suatu tempat yang sunyi.

Tetapi orang banyak mendengarnya
dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat,
dari kota-kota mereka.
Ketika Yesus mendarat,
Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya,
maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka
dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.

Menjelang malam para murid Yesus datang kepada-Nya dan berkata,
"Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam.
Suruhlah orang banyak itu pergi
supaya dapat membeli makanan di desa-desa."

Tetapi Yesus berkata kepada mereka,
"Mereka tidak perlu pergi. Kalian saja memberi makan mereka."
Jawab mereka,
"Pada kami hanya ada lima buah roti dan dua ekor ikan."
Yesus berkata, "Bawalah ke mari."
Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput.
Setelah itu Ia mengambil kelima buah roti dan kedua ekor ikan itu.
Sambil menengadah ke langit diucapkan-Nya doa berkat,
dibagi-bagi-Nya roti itu dan diberikan-Nya kepada para murid.
Para murid lalu membagi-bagikannya kepada orang banyak.
Mereka semua makan sampai kenyang.
Kemudian potongan-potongan roti yang sisa dikumpulkan
sampai dua belas bakul penuh.
Yang ikut makan kira-kira lima ribu orang pria,
tidak termasuk wanita dan anak-anak.

Demikianlah sabda Tuhan.

ATAU BACAAN LAIN:
Mat 13:54-58

Inilah Injil Suci menurut Matius:

Pada suatu hari Yesus kembali ke tempat asal-Nya.
Di sana Ia mengajar orang di rumah ibadat mereka.
Orang-orang takjub dan berkata,
"Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu?
Bukankah Dia itu anak tukang kayu?
Bukankah ibu-Nya bernama Maria
dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Simon dan Yudas?
Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"
Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Maka Yesus berkata kepada mereka,
"Seorang nabi dihormati di mana-mana
kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."
Karea ketidak-percayaan mereka itu,
maka Yesus tidak mengerjakan banyak mukjizat di situ.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Yang selalu menjadi sorotan dari perikop penggandaan lima roti dan dua ikan adalah mujizat Yesus yang luar biasa: memberi makan ribuan orang hanya dengan perbekalan yang sangat sedikit. Tentu saja kita terkesima oleh kuasa-Nya yang ilahi dan oleh belas kasih-Nya yang besar kepada orang banyak yang mengikuti-Nya.

Namun hari ini, mari kita lihat dari sudut pandang yang berbeda.

Yesus menggandakan roti dan ikan bukan untuk unjuk kuasa, melainkan karena Ia sungguh peduli terhadap kebutuhan jasmani umat yang hadir. Tapi perlu kita sadari, mereka yang berkumpul itu sebenarnya tidak mempermasalahkan rasa lapar dan haus mereka. Mereka tetap tinggal, duduk, mendengarkan, bahkan mungkin dengan perut kosong. Mengapa? Karena mereka haus dan lapar akan sabda kehidupan. Mereka mendahulukan kebutuhan rohani mereka.

Yesus sendiri menggarisbawahi hal ini ketika para murid menyarankan agar orang banyak itu disuruh pergi untuk mencari makan sendiri. Jawaban Yesus sangat tegas: *"Mereka tidak perlu pergi. Kalian saja yang memberi mereka makan."* Artinya, Yesus tidak menyuruh mereka mencari makanan jasmani terlebih dahulu, karena Ia tahu: *mereka lebih dahulu datang untuk mencari santapan rohani.*

Mereka lapar, ya. Tapi bukan sekadar lapar karena belum makan. Mereka lapar akan kehadiran Tuhan. Mereka rindu akan pengharapan baru. Mereka ingin disapa, diajar, dan disentuh oleh Sang Mesias.

Bacaan pertama dari [Bil 11:4b-15] justru memperlihatkan kontras yang tajam. Bangsa Israel yang dipimpin Musa, meski sudah diselamatkan dari Mesir, mengeluh karena tidak ada daging untuk dimakan. Mereka justru menangisi makanan duniawi dan melupakan anugerah rohani yang telah diberikan Tuhan. Bahkan Musa sampai frustrasi karena keluhan mereka yang terus-menerus. Di sinilah kita belajar, bahwa tidak semua orang yang mengalami mujizat, otomatis berubah hidupnya.

Dalam pelayanan saya selama ini, saya juga menyaksikan perbedaan yang mencolok antara mereka yang mendapatkan pertolongan jasmani dan yang mendapatkan pertolongan rohani.

Yang pertama, setelah urusannya selesai, cenderung kembali pada pola hidup semula. Tapi yang kedua—yang menerima pertolongan rohani—terlihat seperti orang yang terlahir kembali. Ada wajah yang bersinar, ada arah hidup yang berubah. Mereka mengalami "makan kenyang" bukan di perut, tapi di hati.

Santapan rohani tidak pernah basi. Ia tidak dibuang ke tempat sampah. Ia tertanam di dalam hati, bertumbuh dalam iman, dan terus memberi kehidupan.

Karena itu, kita pun diajak untuk mengevaluasi: selama ini kita lebih sibuk mencari santapan jasmani, ataukah sudah sungguh lapar akan santapan rohani? Apakah kita rela menunda kenyamanan tubuh demi penguatan jiwa?

Yesus hadir untuk memberi keduanya—baik jasmani maupun rohani. Tapi Ia selalu memulainya dengan menyentuh hati kita terlebih dahulu.

*Mari datang kepada-Nya. Datang bukan karena lapar perut, tapi karena lapar jiwa.*



Peringatan Orang Kudus
Santo Yohanes Maria Vianney, Pengaku Iman
Mulanya ia dianggap remeh karena kelambanan dan kebodohannya. Setelah ditahbiskan menjadi imam, ia tidak diperkenankan uskup melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberi bimbingan rohani. Setelah beberapa lama, ia ditempatkan di paroki Ars, sebuah paroki yang terpencil, dan tak terurus. Di paroki ini Yohanes Maria Vianney mengabdikan dirinya dan menjadikan desa Ars sebuah tempat ziarah bagi umat dari segala penjuru.
Yohanes Maria Vianney lahir pada 8 Mei 1786 di desa Dardilly, Lyon - Prancis. Ayahnya, Mateus Vianney, seorang petani miskin. Ibunya seorang yang taat agama. Masyarakat setempat kagum dan suka pada mereka karena cara hidup mereka yang benar-benar mencerminkan kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil Yohanes sudah terbiasa dengan kerja keras dan doa yang tekun berkat teladan orangtuanya. Dibandingkan dengan kelima orang saudaranya, ia memang trampil dan rajin bekerja namun lamban dan bodoh. Ia baru bisa membaca pada usia 18 tahun. Meskipun begitu, ia bercita-cita menjadi imam.
Pada umur 20 tahun, ayahnya dengan berat hati mengizinkan dia masuk Seminari di desa tetangganya, Ecully. Hal itu bukan karena ayahnya tidak menginginkan dia menjadi imam tetapi semata-mata karena kelambanan dan kebodohannya.
Pendidikannya sempat tertunda karena kewajiban masuk militer yang berlaku di Prancis pada masa itu. Baru pada tahun 1812, ia melanjutkan lagi studinya. Ia mengalami kesulitan besar sepanjang masa studinya di Seminari. Hampir semua mata pelajaran, terutama bahasa Latin, sangat sulit dipahaminya. Namun ia tidak putus asa. Ia rajin berziarah ke Louveser untuk berdoa dengan perantaraan Santo Fransiskus Regis agar bisa terbantu dalam mempelajari semua bidang studi. Berkat doa-doanya, ia berangsur-angsur mengalami kemajuan hingga menamatkan pendidikan Seminari Menengah Verriores dan masuk Seminari Tinggi. Di jenjang Seminari Tinggi, ia harus berjuang keras lagi agar lolos dari kegagalan. Meskipun begitu ia terus menerus harus mengulangi setiap ujian. Pimpinan Seminari sangat meragukan dia, namun mereka pun tidak bisa mengeluarkan dia karena kehidupan rohaninya sangat baik. la, seorang calon imam yang saleh. Akhirnya Yohanes pun dianggap layak dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1815.
Setelah menjadi imam, ia belum diperkenankan melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberikan bimbingan rohani kepada umat. Kecuali itu, ia dinilai tidak bisa menjadi pastor di paroki-paroki kota. Oleh karena itu ia ditempatkan di paroki Ars. Ars adalah sebuah desa terpencil dan terbelakang di Prancis. Paroki ini dianggap cocok bagi dia karena tingkat pendidikan umatnya tidak seberapa.
Pada 8 Februari 1818, Yohanes memulai karyanya di paroki Ars. Di satu pihak ia sungguh menyadari bahwa kemampuannya tidak seberapa bila dibandingkan dengan beratnya tugas menggembalakan umat Allah; tetapi di pihak lain ia pun sadar bahwa dirinya bukanlah pelaku utama karya penggembalaan umat melainkan Allah melalui Roh KudusNya-lah pelaku utama karya besar itu. Kesadaran itu mendorong dia untuk senantiasa mempersembahkan karyanya kepada Tuhan. Tahap demi tahap ia membenahi parokinya dengan coba membangkitkan semangat iman umat. Semangat kerja kerasnya semenjak kecil mendorongnya untuk berkotbah dan mengajar umat tanpa mengenal lelah.
Yohanes yang dahulu dianggap remeh dan dipandang dengan sebelah mata oleh banyak imam, kini dikagumi dan disanjung. Desa Ars yang dahulu sepi, sekarang menjadi tempat ziarah terkenal bagi umat dari segala penjuru Prancis. Dari mana-mana umat datang ke Ars untuk merayakan Ekaristi dan mendengarkan kotbah pastor desa yang saleh itu. Kotbah-kotbahnya tajam, keras dan mengena sehingga menggetarkan hati umat terutama para pendosa. Namun di kamar pengakuan, ia ramah dan dengan hati yang ikhlas memberi bimbingan rohani kepada umatnya. Oleh rahmat Allah yang diperkuat dengan keluhuran budi dan kesalehan hidupnya, Yohanes mampu menghantar kembali umat kepada pertobatan dan penghayatan iman yang benar.
Pastor Ars yang saleh ini dikaruniai karisma mengetahui berbagai hal sebelum terjadi. Karisma itu dapat dilihat dalam pengalaman Nyonya Pauze dari St. Etienne. Pauze datang mengaku dosanya di gereja paroki. Pastor yang melayaninya sudah tua, kurus lagi lemah. Dialah Yohanes Maria Vianney. Dalam hatinya ia berpikir: "Tentu ini kesempatan terakhir bagiku menerima berkatnya". Namun tiba-tiba pastor tua itu berkata: "Bukan begitu anakku! Tiga minggu lagi kita akan bertemu kembali". Nyonya Pauze terperanjat dan pulang dengan seribu tanda tanya. Ia menceritakan kata-kata pastor itu kepada teman-temannya. Dan persis tiga minggu kemudian, nyonya Pauze meninggal dunia bersamaan dengan pastor tua itu. Mereka bertemu lagi di surga.
Meskipun ia saleh, ia tidak luput dari gangguan setan. Ia sering tidak bisa tidur karena gangguan setan di malam hari. la tidak takut karena yakin bahwa sesudah kejadian seperti itu selalu akan datang pendosa berat yang mau bertobat. Di samping penyembuhan luka-luka batin umatnya, banyak pula penyembuhan jasmani yang terjadi secara ajaib melalui perantaraannya.
Tugas hariannya yang berat itu sangat menguras tenaganya. Beberapa kali ia meninggalkan Ars dengan maksud beristirahat di sebuah biara. Tetapi ia selalu diseret kembali oleh umatnya ke dusun Ars. Ini suatu tanda bahwa umat sungguh mencintainya dan tidak rela kalau pastornya meninggalkan mereka. Yohanes Maria Vianney mendampingi umatnya di Ars sampai maut menjemputnya pada tanggal 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925, ia dinyatakan sebagai 'santo' oleh Paus Pius XI (1922 -1939) dan diangkat sebagai pelindung surgawi bagi para 'pastor paroki'.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/


Liturgia Verbi 2025-08-03 Minggu.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Minggu Biasa XVIII 

Minggu, 3 Agustus 2025



Bacaan Pertama
Pkh 1:2;2:21-23

"Apa faedah yang diperoleh manusia
dari segala usaha yang dilakukannya."

Pembacaan dari Kitab Pengkhotbah:

Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah,
sungguh kesia-siaan belaka!
Segala sesuatu adalah sia-sia.
Sebab,
kalau ada orang berlelah-lelah mencari hikmat,
pengetahuan dan kecakapan,
maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang lain
yang tidak berlelah-lelah untuk itu.
Ini adalah kesia-siaan dan kemalangan yang besar.
Apakah faedah yang diperoleh manusia
dari segala usaha yang dilakukannya
dengan jerih payah di bawah matahari
dan dari keinginan hatinya?
Seluruh hidupnya penuh kesedihan
dan pekerjaannya penuh kesusahan hati;
bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram.
Ini pun adalah kesia-siaan!

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17,R:1

Refren: Tuhan, Engkaulah tempat perlindungan kami turun-temurun.

*Engkau mengembalikan manusia kepada debu,
hanya dengan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!"
Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin,
atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.

*Engkau menghanyutkan manusia seperti orang mimpi,
seperti rumput yang bertumbuh:
di waktu pagi tumbuh dan berkembang,
di waktu petang sudah lisut dan layu.

*Ajarlah kami menghitung hari-hari kami,
hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Kembalilah, ya Tuhan, -- berapa lama lagi? --
dan sayangilah hamba-hamba-Mu!

*Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu,
supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat.
Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas kami!
Teguhkanlah perbuatan tangan kami,
ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah!



Bacaan Kedua
Kol 3:1-5.9-11

"Carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada."

Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Kolose:

Saudara-saudara,
kamu telah dibangkitkan bersama Kristus.
Maka carilah perkara yang di atas,
di mana Kristus berada, duduk di sebelah kanan Allah.
Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
Sebab kamu telah mati,
dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus dalam Allah.
Kristuslah hidup kita.
Apabila Dia menyatakan diri kelak,
kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.
Karena itu matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi,
yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu,
nafsu jahat dan juga keserakahan,
yang sama dengan penyembahan berhala.

Janganlah kamu saling mendustai lagi,
karena kamu telah menanggalkan manusia lama beserta kelakuannya,
dan telah mengenakan manusia baru
yang terus-menerus diperbaharui
untuk memperoleh pengetahuan yang benar
menurut gambar Penciptanya.
Dalam keadaan yang baru ini
tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi,
orang bersunat atau tak bersunat,
orang Barbar atau orang Skit,
budak atau orang merdeka;
yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang.

Demikianlah sabda Tuhan.



Bait Pengantar Injil
Mat 5:3

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah,
karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.



Bacaan Injil
Luk 12:13-21

"Bagi siapakah nanti harta yang telah kausediakan itu?"

Inilah Injil Suci menurut Lukas:

Ketika Yesus mengajar orang banyak,
Salah seorang dari orang banyak itu berkata kepada-Nya,
"Guru, katakanlah kepada saudaraku,
supaya ia berbagi warisan dengan aku."
Tetapi Yesus berkata kepadanya,
"Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku
menjadi hakim atau penengah bagimu?"

Kata Yesus kepada orang banyak itu,
"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan!
Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu."

Kemudian Yesus mengatakan kepada mereka perumpamaan berikut:
"Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah hasilnya.
Ia bertanya dalam hatinya,
'Apakah yang harus kuperbuat,
sebab aku tidak mempunyai tempat
untuk menyimpan segala hasil tanahku.'
Lalu katanya,
'Inilah yang akan kuperbuat:
Aku akan merombak lumbung-lumbungku,
lalu mendirikan yang lebih besar,
dan aku akan menyimpan di dalamnya
segala gandum serta barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku:
Jiwaku, ada padamu banyak barang,
tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya;
beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Tetapi Allah bersabda kepadanya,
'Hai orang bodoh,
pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu!'

Bagi siapakah nanti apa yang telah kausediakan itu?
Demikianlah jadinya
dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri,
tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah."

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Hari ini renungan saya ambilkan dari renungan *The Power of Word* berikut ini:

Adik-adik, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara se-iman dalam Kasih Kristus,
Hari Minggu ini, dalam Pekan Biasa ke-18,
kita diajak merenungkan tentang hal yang sangat penting, namun kerap kali terabaikan:
apa sebenarnya yang menjadi pusat hidup kita?
Apakah itu harta dunia, ataukah kekayaan yang abadi di hadapan Allah?

Pada Bacaan Injil hari ini,
Yesus mengisahkan seorang kaya yang menimbun hasil panennya untuk dirinya sendiri.
Ia berkata kepada jiwanya, "Bersukacitalah, makan, minum, dan bersenang-senanglah."
Tetapi malam itu juga, jiwanya diambil.
Dan Yesus menutup dengan sabda tegas:
"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri,
tetapi tidak kaya di hadapan Allah."

Sabda Yesus ini mengguncang kesadaran kita.
Betapa sering kita begitu sibuk mengejar harta, jabatan, kenyamanan, dan segala hal duniawi—tanpa menyadari bahwa semua itu dapat lenyap dalam sekejap.
Bahkan sebelum kematian datang, penyakit serius saja sudah cukup untuk menguras harta dan menggoyahkan kehidupannya.
Pengkhotbah pada Bacaan Kedua juga memberi peringatan serupa:
"Kesia-siaan belaka… apa faedahnya segala jerih payah di bawah matahari?"
Bahkan orang yang bekerja dengan hikmat dan pengetahuan pun,
bisa saja mewariskan hasilnya kepada orang lain yang tidak mengusahakannya.
Bila orientasi hidup hanya pada hasrat untuk memiliki,
maka hidup akan terasa hampa dan tak bermakna.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose memberikan jalan keluar:
"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."
Artinya, hidup kita tidak boleh hanya dipenuhi urusan jasmani,
tetapi harus dihidupi oleh semangat ilahi.
Kita mesti mematikan manusia lama dalam diri kita
yaitu nafsu serakah, kebohongan, hawa nafsu duniawi,
dan mengenakan manusia baru yang diciptakan menurut gambar Kristus.
Seperti yang disampaikan pada Mazmur Tanggapan hari ini,
"Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, supaya kami beroleh hati yang bijaksana."
Kita diajak menyadari bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara,
seperti embun pagi yang cepat berlalu.
Maka kebijaksanaan sejati bukan diukur dari berapa banyak yang kita miliki,
tapi dari bagaimana kita mengisi hidup kita dengan hal-hal yang bernilai kekal.

Namun tentu saja bukan berarti kita harus meninggalkan urusan dunia.
Kita tetap harus hidup, bekerja, menafkahi keluarga, dan berkarya dengan sungguh.
Tetapi jangan sampai hidup kita hanya berhenti pada yang nampak, lalu melupakan yang kekal.

Adik-adik, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara se-iman dalam Kasih Kristus,
Di tahun-tahun awal pernikahan kami, saya dan istri saya, Erna Kusuma,
seperti berada di dalam kawah candradimuka.
Setiap harinya hidup kami dipenuhi pergolakan relasi, perdebatan,
dan bahkan kadang meletup menjadi pertikaian yang sengit.
Dan itu, tentu saja, berdampak pada anak-anak kami yang masih kecil.

Lalu kami sepakat untuk "bagi tugas", semata-mata demi mencegah hal-hal yang lebih buruk. Seperti dua batang salib Yesus, kami membagi peran:
Erna mengurusi hal-hal surgawi—relasi dengan Tuhan, pelayanan, kehidupan rohani—
sedangkan saya mengurusi hal-hal duniawi
—pekerjaan, penghasilan, urusan rumah tangga secara lahiriah.

Nampaknya strategi ini berhasil.
Ketegangan perlahan mereda karena kami sibuk dengan urusan kami masing-masing.
Sampai suatu ketika, kami tersadar:
cara hidup seperti itu membuat kami tinggal serumah, tetapi tidak benar-benar hidup bersama.
Dunia kami berdua seolah terpisah. "Duniaku-duniaku, duniamu-duniamu."

Akhirnya, kami mengambil keputusan penting: memikul salib bersama-sama.
Kami sepakat untuk mengerjakan segala sesuatu secara bersama, bukan sendiri-sendiri.
Saya mulai terlibat dalam kegiatan dan pelayanan gereja,
sementara Erna pun mulai saya ajak memahami dan ikut dalam urusan bisnis dan pekerjaan saya.
Walau ada satu komunitas Erna yang tak menerima saya, yaitu menjadi anggota WKRI.

Ketika terjadi irisan antara kepentingan dunia dan kepentingan surga,
kami belajar untuk lebih mendahulukan kepentingan surgawi—
sepanjang secara duniawi kami masih bisa hidup cukup
dan mampu membesarkan anak-anak dengan layak.
Kami berdua ternyata memiliki kerinduan yang sama:
menjadi kaya di hadapan Allah, bukan di hadapan mamon.
Dari situ, kami belajar
bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal banyaknya harta,
tetapi soal bagaimana menghadirkan Kerajaan Surga dalam kehidupan keluarga kami.
Amin.



Peringatan Orang Kudus
Santo Stefanus I, Paus dan Martir
Pria kelahiran Roma ini menjadi Paus pada tanggal 12 Mei 254 hingga wafatnya pada tanggal 2 Agustus 257. Kepemimpinannya atas Gereja Kristus berlangsung antara masa pemerintahan Kaisar Decius dan Valerianus yang diwarnai dengan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Paus Stefanus terkenal luas karena membela sahnya permandian yang diberikan oleh seorang bidat. Pembelaan itu dilancarkannya sebagai perlawanan terhadap Siprianus, Uskup Kartago bersama Uskup-uskup Afrika dan Asia Kecil lainnya yang mengajarkan bahwa permandian yang diberikan oleh seorang bidat tidaklah sah karena pribadi pelayannya berada dalam keadaan berdosa dan karena itu tidak pantas melayani sakramen. Dalam pembelaannya Paus Stefanus menekankan bahwa rahmat sakramen berasal dari Kristus sendiri, bukan dari pribadi pelayannya.
Stefanus juga menghadapi masalah-masalah gerejawi di Spanyol dan Prancis. Di Spanyol, ketika Kaisar Decius melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen, dua orang Uskup Spanyol, yaitu Martial dan Basilides, meninggalkan Gereja. Keduanya melakukan beberapa kesalahan serius yang merugikan Gereja dan mencemarkan iman Kristiani. Peristiwa ini terjadi sewaktu Paus Lucius I (253-254) yang digantikan Stefanus, memangku jabatan sebagai Paus. la mendukung pemecatan yang dilakukan Uskup-uskup Spanyol lainnya terhadap Martial dan Basilides. Tatkala Stefanus memangku jabatan paus, Basilides dengan tipu daya yang licik berhasil memenangkan dukungan banyak orang untuk kembali memangku jabatannya sebagai uskup. Uskup-uskup Spanyol memprotes dan meminta bantuan Siprianus untuk mencegah hal itu.
Siprianus segera mengadakan rapat bersama Uskup Afrika lainnya untuk mempertahankan keputusan terdahulu, bahwa meskipun Martial dan Basilides sudah bertobat, namun mereka tidak boleh lagi memangku jabatan sebagai uskup. Hal ini didukung oleh Paus Stefanus, meskipun ditolak oleh Basilides.
Di Prancis, Uskup-uskup Prancis memohon kepada Paus Stefanus agar memberhentikan Uskup Marsianus dari Arles, yang tidak mau menerima kembali orang-orang murtad yang sudah bertobat. Karena paus tidak segera menanggapi permohonan itu, Uskup-uskup Prancis meminta bantuan Siprianus untuk menangani masalah ini. Tapi kemudian Paus Stefanus memecat Marsianus yang terus berpegang pada ajaran Novatian dan menggantinya dengan uskup lain.
Paus Stefanus dengan setia mendampingi umat dalam masa penganiayaan itu. Ia dihormati sebagai martir, meskipun bukti-bukti tentang kemartirannya tidak jelas diketahui. Beliau dikuburkan di pekuburan Santo Kallistus di Roma.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/


Liturgia Verbi 2025-08-02 Sabtu.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XVII

Sabtu, 2 Agustus 2025

PF S. Petrus Yulianus Eymard, Imam
PF S. Eusebius Vercelli, Uskup

Hari Sabtu Imam.
Marilah berdoa bagi para imam, agar Bapa Di Surga memberkati segala pelayanan mereka, serta dikuatkan dalam menghadapi godaan, cobaan dan marabahaya.



Bacaan Pertama
Im 25:1.8-17

"Dalam tahun suci semua hendaknya pulang ke tanah miliknya."

Pembacaan dari Kitab Imamat:

Tuhan bersabda kepada Musa di gunung Sinai,
"Engkau harus menghitung tujuh tahun sabat, yakni tujuh kali tujuh tahun.
Jadi tujuh tahun sabat itu sama dengan empat puluh sembilan tahun.
Lalu engkau harus membunyikan sangkakala di mana-mana
dalam bulan ketujuh, pada tanggal sepuluh.
Pada hari raya Pendamaian
kalian harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu
di mana-mana di seluruh negerimu.
Kalian harus menguduskan tahun yang kelima puluh,
dan memaklumkan kebebasan bagi segenap penduduk negeri.
Tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu,
dan masing-masing kalian harus pulang ke tanah miliknya
dan kembali kepada kaumnya.

Tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu.
Janganlah kalian menabur,
dan apa yang tumbuh sendiri dalam tahun itu jangan kamu tuai,
dan pokok anggur yang tidak dirantingi jangan kalian petik buahnya.
Karena tahun itu tahun Yobel,
maka haruslah menjadi kudus bagimu;
hasil tahun itu yang hendak kalian makan harus diambil dari ladang.

Dalam tahun Yobel itu semua harus pulang ke tanah miliknya.
Apabila kalian menjual sesuatu kepada sesamamu
atau membeli dari padanya,
janganlah kalian merugikan satu sama lain.
Apabila engkau membeli dari sesamamu
haruslah menurut jumlah tahun sesudah tahun Yobel.
Dan apabila ia menjual kepadamu
haruslah menurut jumlah tahun panen.
Makin besar jumlah tahun itu makin besarlah pembeliannya,
makin kecil jumlah tahun itu, makin kecillah pembeliannya,
karena jumlah panenlah yang dijualnya kepadamu.
Janganlah kalian merugikan satu sama lain,
tetapi engkau harus takwa kepada Allahmu.
Akulah Tuhan, Allahmu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 67:2-3.5.7-8,R:4

Refren: Hendaknya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah.
Hendaknya semua bangsa bersyukur kepada-Mu.

*Kiranya Allah mengasihani dan memberkati kita,
kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya,
supaya jalan-Mu dikenal di bumi,
dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa.

*Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai,
sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil,
dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi.

*Tanah telah memberi hasilnya;
Allah, Allah kita, memberkati kita.
Allah memberkati kita;
kiranya segala ujung bumi takwa kepada-Nya!



Bait Pengantar Injil
Mat 5:10

Berbahagialan yang dikejar-kejar karena taat kepada Tuhan,
sebab bagi merekalah Kerajaan Surga.



Bacaan Injil
Mat 14:1-12

"Herodes menyuruh memenggal kepala Yohanes Pembaptis.
Kemudian murid-murid Yohanes memberitahukan hal itu kepada Yesus."

Inilah Injil Suci menurut Matius:

Sekali peristiwa sampailah berita tentang Yesus
kepada Herodes, raja wilayah.
Maka ia berkata kepada pegawai-pegawainya,
"Inilah Yohanes Pembaptis.
Ia sudah bangkit dari antara orang mati
dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam-Nya."

Sebab memang Herodes telah menyuruh menangkap Yohanes,
membelenggu dan memenjarakannya,
berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus, saudaranya.
Sebab Yohanes pernah menegur Herodes,
"Tidak halal engkau mengambil Herodias!"
Herodes ingin membunuhnya,
tetapi ia takut kepada orang banyak
yang memandang Yohanes sebagai nabi.

Tetapi pada hari ulang tahun Herodes,
menarilah puteri Herodias di tengah-tengah mereka
dan menyenangkan hati Herodes,
sehingga Herodes bersumpah
akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya.
Maka setelah dihasut oleh ibunya, puteri itu berkata,
"Berikanlah kepadaku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam."
Lalu sedihlah hati raja.
Tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya,
diperintahkannya juga untuk memberikannya.

Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara,
dan membawanya di sebuah talam,
lalu diberikan kepada puteri Herodias,
dan puteri Herodias membawanya kepada ibunya.
Kemudian datanglah murid-murid Yohanes Pembaptis
mengambil jenazah itu dan menguburkannya.
Lalu pergilah mereka memberitahu Yesus.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Keberanian Yohanes Pembaptis menegur Raja Herodes karena hidup dalam dosa bersama Herodias—istri saudaranya sendiri—akhirnya berakibat fatal. Ia dipenjara dan kemudian dipenggal, hanya karena seorang putri menari dengan indah di hadapan para tamu. Sebagai bentuk "hadiah" kepada penari itu, Herodes memberikan apa pun yang dimintanya. Dan permintaan sang putri—atas hasutan ibunya—adalah kepala Yohanes Pembaptis.

Peristiwa tragis ini bukan sekadar soal kebencian pribadi atau intrik keluarga kerajaan. Ini adalah harga dari keberanian Yohanes untuk berdiri di pihak kebenaran. Ia bersuara lantang ketika yang lain diam. Ia memilih kesetiaan pada kebenaran meski harus kehilangan nyawanya. Dari Yohanes, kita belajar bahwa keberanian menyuarakan kebenaran adalah bagian tak terpisahkan dari iman kita.

Yesus sendiri mengajarkan agar kita berkata "ya" jika memang "ya," dan "tidak" jika memang "tidak." Selebihnya, kata Yesus, berasal dari si jahat. Keberanian menyatakan kebenaran memang ideal, tetapi mesti disertai kesiapan untuk menanggung segala konsekuensinya. *Berani berbuat, berani bertanggung jawab*—itulah prinsip yang sejalan dengan panggilan menjadi saksi Kristus.

Namun, kita pun diajak untuk tidak sembrono. Keberanian tidak sama dengan nekat. Ketika Rasul Petrus, dalam keberaniannya, menebas telinga Malkhus saat Yesus hendak ditangkap, Yesus justru menegur: "Sarungkan pedangmu itu!" Sebab Yesus tahu, jalan salib yang harus Ia tempuh bukanlah dengan kekerasan, tetapi dengan ketaatan. Dan para rasul harus tetap hidup, untuk melanjutkan misi Kerajaan Allah.

Yesus mengingatkan, di tengah dunia yang tidak selalu adil, kadang arogan, kadang tanpa belas kasih, kita harus *cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati*. Itulah strategi iman kita: keberanian yang disertai kebijaksanaan, ketegasan yang dibalut kelembutan, dan kesetiaan pada kebenaran yang tidak gegabah.

Hari ini, mari kita merenungkan:
Apakah kita memiliki keberanian seperti Yohanes Pembaptis?
Apakah kita siap menanggung risiko demi kebenaran?
Dan apakah kita cukup bijaksana untuk mengetahui kapan harus bersuara, dan bagaimana menyuarakannya?

Semoga keberanian kita tidak hanya membakar sesaat, tetapi menjadi nyala terang yang memuliakan Allah dalam kehidupan sehari-hari.



Peringatan Orang Kudus
Santo Eusebius Vercelli, Uskup dan Martir
Eusebius lahir di pulau Sardinia, Italia kira-kira pada tahun 283. Namanya yang berarti 'kesayangan' sesuai benar dengan kenyataan hidupnya di kemudian hari. Ia disayangi Tuhan dan seluruh Gereja karena dengan gigih membela ajaran iman yang benar di hadapan para penganut Arianisme, dan dengan penuh kasih sayang menggembalakan umatnya di Vercelli hingga meninggal dunia.
Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Lalu ia dibawa ibunya ke Roma untuk belajar di sana. Di kota Roma ia ditahbiskan menjadi Lektor dan menjadi pelayan imam dalam setiap perayaan Kurban Misa. Untuk melanjutkan studinya, ia pindah ke Vercelli, Italia Utara. Di sana ia terus bertumbuh menjadi seorang yang saleh hidupnya. Pada tahun 340, ia ditahbiskan menjadi Uskup Vercelli. Sebagai Uskup, ia berusaha membina imam-imam yang berkarya di keuskupannya agar hidup lebih sesuai dengan jabatan mereka. Untuk itu ia membentuk suatu persekutuan hidup seperti biara bersama imam-imamnya. Konon persekutuan hidup bersama yang didirikannya merupakan tahap awal kehidupan monastik di dalam Gereja Barat. Dengan cara hidup itu, Eusebius bermaksud mendidik imam-imamnya menjadi pelayan umat yang tidak saja pandai, tetapi juga suci dan tidak terikat batin dengan hal-hal duniawi. Usahanya itu diberkati Tuhan dengan hasil yang gilang gemilang. Banyak dari imam-imam binaannya menjadi imam dan uskup yang saleh hidupnya.
Menyaksikan kesalehan dan keberhasilan Eusebius, pada tahun 354 Paus Liberius (352-366) bersama uskup-uskup lainnya mengutus dia kepapa Kaisar Konstantius untuk meminta kesediaan kaisar membuka sebuah konsili demi terciptanya ketenteraman di dalam tubuh Gereia dari gangguan bidaah Arianisme. Pada tahun 355 diadakan sebuah sinode para uskup di Milano, Italia untuk membicarakan hukuman atas Uskup Santo Athanasius. Banyak Uskup Arian hadir dalam sinode itu. Mereka berusaha keras mempengaruhi uskup-uskup lainnya untuk mengikuti mereka. Eusebius yang hadir juga dalam sinode itu dengan gigih membela ajaran Athanasius dan menentang ajaran sesat para Uskup Arian, yang tidak mengakui Keallahan Yesus Kristus. Ia pun dengan tegas menolak menandatangani surat keputusan hukuman atas diri Uskup Santo Athanasius.
Karena sikapnya itu, Eusebius menanggung banyak penderitaan dari para Uskup Arian. Sejak bidaah itu didukung oleh Kaisar Kontantius, Eusebius diancam dengan hukuman mati dan dibuang ke Scytopolis,
Palestina di bawah pengawasan Uskup Arian Patrophilus. Di sana selama beberapa tahun ia disiksa oleh para musuhnya. Dari Scytopolis, ia dikirim ke Kapadokia dan ke Mesir. Kendatipun banyak siksaan yang dialaminya, ia tetap teguh berpegang pada kebenaran imannya. Sepeninggal Kaisar Konstantius pada tahun 361, Eusebius dibebaskan. Sebelum kembali ke Vercelli, ia masih menghadiri sinode Uskup-uskup Aleksandria pada tahun 362 atas izinan Kaisar Yulianus, pengganti Konstantius. Oleh uskup-uskup lainnya, Eusebius diutus ke Antiokia untuk menyelesaikan pertikaian antara pengikut Santo Eustakius dan pengikut Uskup Arian Miletus.
Misinya itu tidak berhasil. Sebagai gantinya ia tanpa mengenal lelah meneruskan usahanya untuk menjaga ketenteraman umat menghadapi pengaruh Arianisme. la pergi ke Illiricum, mengunjungi berbagai Gereja dan mendesak para pemimpinnya agar tetap memegang teguh ajaran iman yang benar dari para rasul. Dari sana ia pulang ke Vercelli, Italia Utara pada tahun 363. Dia disambut umatnya seperti seorang pahlawan yang kembali dengan kemenangan.
Sisa-sisa hidupnya dimanfaatkannya untuk mengajari umat perihal ajaran iman yang benar. Ia masih meninggalkan kepada umatnya satu buku tafsiran Mazmur-mazmur. Bersama Santo Hilarius dari Poiters Eusebius tampil sebagai seorang penentang Uskup Arian Auxensius. Eusebius akhirnya meninggal dunia di Vercelli pada tahun 371. Oleh Gereja ia dihormati sebagai seorang martir karena kesengsaraan yang dialaminya sewaktu dibuang oleh kaisar dan para penganut Arianis.

Beato Petrus Faber, Pengaku Iman
Petrus Faber lahir di Villaret, Prancis pada tanggal 13 April 1506. Semasa remajanya, anak petani ini bekerja sebagai gembala. Setelah menanjak dewasa, ayahnya mengizinkan dia belajar di sekolah setempat. Mula-mula ia masuk di Kolese Thones, dan ketika berusia 19 tahun ia melanjutkan studinya di Kolese Santa Barbe di Paris. Di sana ia berkenalan dengan Ignasius Loyola dan giat mengikuti latihan-latihan rohani yang diprakarsai oleh Ignasius. Bersama Fransiskus Xaverius, Layenezr, Salmeron, Rodriquez dan Bobodilla, ia menjadi pengikut pertama cita-cita luhur Ignasius Loyola. Bersama mereka, ia mengikrarkan kaul kemiskinan dan kemurnian pada tahun 1534. Pada tahun itu juga ia ditahbiskan menjadi imam dan aktif dalam perjuangan membela kebenaran, keadilan dan kesusilaan. Seturut rencana, ia bersama Ignasius bermaksud menjadi misionaris di Tanah Suci, namun rencana itu dibatalkan karena peperangan yang terjadi di Palestina. Sebagai gantinya, ia dikirim sebagai misionaris ke Parma dan Piacenza, Italia. Di sana ia tidak saja berjuang melawan ajaran-ajaran sesat yang berkembang di kalangan umat, tetapi dengan giat memajukan semangat iman umat dan karya-karya cinta kasih. Selama beberapa tahun ia mengajar juga di sebuah universitas di Roma.
Sering ia ditugaskan oleh Paus Paulus III (1534-1549) untuk memadamkan api pertikaian keagamaan antara umat Katolik dan Protestan di Jerman, Belgia dan Spanyol. Prinsip yang dipegangnya teguh dalam melaksanakan tugas suci itu ialah "Lebih penting membaharui semangat Imam-imam dan Kaum Awam Katolik daripada berdebat dengan orang-orang Protestan".
Sebagai seorang pengkotbah dan pemberi retret yang terkenal, ia sering diminta untuk berkotbah di Speyer, Koln, Ratisbon, dan Mainz di Jerman, dan di Louvain, Belgia. la lebih terkenal di wilayah Rhine, Jerman Barat karena usahanya memperkokoh semangat iman Katolik di sana dan karena ia berhasil membawa kembali banyak imam, uskup dan kaum bangsawan kepada penghayatan iman yang benar. Pada tahun 1544, ia mendirikan biara Yesuit pertama di Koln, Jerman Barat. Kecuali itu ia juga pergi ke Portugal dan Spanyol untuk berkotbah dan memberi bimbingan rohani kepada umat. Cara hidupnya yang saleh itu berhasil menarik banyak sekali pemuda untuk mengikuti cita-cita Ignasius. Di Spanyol ia berhasil menarik Fransiskus Borgia, pangeran muda dari, Gandia yang kemudian menjadi seorang pembaharu Yesuit terkemuka.
Petrus menjadi seorang Yesuit terkenal karena berhasil membawa kembali banyak orang murtad ke dalam pangkuan Gereja Katolik. Pernah ia berkata: "Barangsiapa yang mau mempertobatkan orang-orang murtad, haruslah bersahabat dengan mereka. Karena dasar kerasulan yang sejati bukanlah perselisihan dan perdebatan melainkan pengertian.
Sebagai seorang ahli teologi, ia dipilih menjadi penasehat Paus Paulus III pada waktu Konsili Trente (1545-1563). Tetapi sementara Konsili berlangsung, ia jatuh sakit. Akhirnya ia meninggal dunia pada tahun 1546 di atas pangkuan Ignasius Loyola, Bapa sekaligus sahabat­nya.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/


Liturgia Verbi 2025-08-01 Jumat.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XVII

Jumat, 1 Agustus 2025

PW S. Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja

Ujud Gereja Universal: Hidup berdampingan.
Semoga masyarakat yang anggotanya sulit untuk menghargai dan bekerja sama, tidak menyerah pada godaan konfrontasi karena alasan etnis, politik, agama, atau ideologi.

Ujud Gereja Indonesia: 80 tahun Indonesia merdeka.
Semoga bangsa Indonesia semakin bergotong-royong dan bersatu untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, hukum yang adil, serta kesejahteraan yang merata.



Bacaan Pertama
Im 23:1.4-11.15-16.27.34b-37

"Hari-hari Tuhan yang harus kalian rayakan dan kalian kuduskan."

Pembacaan dari Kitab Imamat:

Tuhan bersabda kepada Musa,
"Inilah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
hari-hari pertemuan kudus yang harus kalian maklumkan
masing-masing pada waktunya yang tetap.
Dalam bulan yang pertama, pada tanggal empat belas bulan itu,
pada waktu senja,
adalah Paskah bagi Tuhan.
Dan pada hari yang kelima belas bulan itu
adalah hari raya Roti Tidak Beragi.

Tujuh hari lamanya kalian harus makan roti yang tidak beragi.
Pada hari yang pertama kalian harus mengadakan pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Kalian harus mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan tujuh hari lamanya.
Pada hari yang ketujuh haruslah ada pertemuan kudus,
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat."

Tuhan bersabda pula kepada Musa,
"Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka,
'Apabila kalian sampai ke negeri
yang akan Kuberikan kepada kalian,
dan kalian menuai hasilnya,
maka kalian harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam.
Dan imam itu harus mengunjukkan berkas itu di hadapan Tuhan,
supaya Tuhan berkenan akan kalian.
Imam harus mengunjukkannya pada hari sesudah sabat.

Kemudian kalian harus menghitung,
mulai dari hari sesudah sabat itu,
yaitu waktu kalian membawa berkas persembahan unjukan,
haruslah genap tujuh minggu.
Sampai pada hari sesudah sabat yang ketujuh
harus kalian hitung lima puluh hari.
Lalu kalian harus mempersembahkan kurban sajian yang baru kepada Tuhan.

Akan tetapi tanggal sepuluh bulan ketujuh adalah Hari Pendamaian.
Kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan harus merendahkan diri dengan berpuasa
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Hari yang kelima belas bulan ketujuh itu
adalah hari raya Pondok Daun bagi Tuhan,
tujuh hari lamanya.
Pada hari yang pertama harus ada pertemuan kudus.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.
Tujuh hari lamanya
kalian harus mempersembahkan kurban api-apian
dan pada hari yang kedelapan
kalian harus mengadakan pertemuan kudus
dan mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan.
Itulah hari raya Perkumpulan.
Janganlah kalian melakukan sesuatu pekerjaan berat.

Itulah hari-hari raya yang ditetapkan Tuhan,
yang harus kalian maklumkan sebagai hari pertemuan kudus
untuk mempersembahkan kurban api-apian kepada Tuhan,
yaitu kurban bakaran dan kurban sajian,
kurban sembelihan dan kurban-kurban curahan,
setiap hari, sebanyak yang ditetapkan untuk hari itu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 81:3-4.5-6ab.10-11ab,R:2a

Refren: Bersorak-sorailah bagi Allah, kekuatan kita.

*Angkatlah lagu, bunyikanlah rebana,
petiklah kecapi yang merdu, diiringi gambus.
Tiuplah sangkakala pada bulan baru,
pada bulan purnama, pada hari raya kita.

*Sebab begitulah ditetapkan bagi Israel,
suatu hukum dari Allah Yaku;
hal itu ditetapkan-Nya sebagai peringatan bagi Yusuf,
waktu Ia maju melawan tanah Mesir.

*Janganlah ada di antaramu allah lain,
dan janganlah engkau menyembah allah asing.
Akulah Tuhan, Allahmu,
yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.



Bait Pengantar Injil
1Ptr 1:25

Sabda Tuhan tetap selama-lamanya.
Itulah sabda yang diwartakan kepadaku.



Bacaan Injil
Mat 13:54-58

"Bukankah Dia itu anak tukang kayu? 
Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"

Inilah Injil Suci menurut Matius:

Pada suatu hari Yesus kembali ke tempat asal-Nya.
Di sana Ia mengajar orang di rumah ibadat mereka.
Orang-orang takjub dan berkata,
"Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu?
Bukankah Dia  itu anak tukang kayu?
Bukankah ibu-Nya bernama Maria
dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?
Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?"
Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Maka Yesus berkata kepada mereka,
"Seorang nabi dihormati di mana-mana,
kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."
Karena ketidakpercayaan mereka itu,
maka Yesus tidak mengerjakan banyak mujizat di situ.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Dalam hal pembangunan iman, memang seringkali kita dihadapkan pada berbagai rintangan, halangan, dan tidak jarang juga dibenturkan pada situasi yang dilematis. Bahkan, ada kalanya kita justru ditolak karena iman yang kita hidupi. Hal inilah yang dialami oleh Yesus sendiri dalam Bacaan Injil hari ini.

Yesus pulang ke tempat asal-Nya dan mengajar di rumah ibadat. Banyak orang awalnya kagum, tetapi kemudian berubah menjadi sinis. Mereka berkata, "Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria?" Mereka gagal melihat siapa Yesus sebenarnya, karena mereka terlalu terpaku pada latar belakang dan asal-usul-Nya. Justru karena merasa "terlalu kenal", mereka menolak untuk percaya.

Penolakan itu bukan karena pengajaran-Nya keliru, atau karena kuasa-Nya meragukan, tetapi karena iri hati dan prasangka. Dan memang, ketika hati dipenuhi prasangka, maka kebaikan pun bisa tampak mencurigakan, dan hikmat bisa tampak sebagai ancaman. Maka, Yesus pun tidak melakukan banyak mukjizat di situ karena mereka tidak percaya.

Bacaan dari Kitab Imamat hari ini mengajarkan tentang hari-hari raya suci bagi bangsa Israel: Hari Raya Paskah, Hari Raya Tujuh Minggu, Hari Raya Pendamaian, dan Hari Raya Pondok Daun. Semua itu dimaksudkan sebagai peringatan kudus—hari-hari yang dipisahkan untuk Allah. Dalam konteks ini, kita diingatkan bahwa iman bukan hanya soal pribadi, tetapi juga tentang hidup bersama sebagai umat yang beribadah dan merayakan karya keselamatan Allah.

Kembali pada penolakan yang dialami Yesus, kita pun bisa mengalami hal serupa. Mungkin kita ditolak karena asal-usul kita, karena suku, karena latar belakang pendidikan, atau bahkan karena keberhasilan kita yang memicu iri hati orang lain. Penolakan itu menyakitkan, apalagi jika datang dari orang-orang yang dekat atau yang dahulu bersama kita.

Namun, mari kita berdiri pada posisi yang benar dalam menghadapi penolakan. Yang pertama, jangan sibuk membela diri dengan alasan-alasan atau pembenaran. Apalagi jika sampai menyerang balik atau menyalah-nyalahkan mereka yang menolak kita. Biarlah mereka hidup dengan prasangka dan keirihatian mereka, tapi kita tetap berdiri tegak dalam iman, dalam kasih, dan dalam kebenaran.

Yesus justru mengajarkan kita untuk *berdoa* bagi mereka. Ia tidak menyimpan dendam, tidak membalas dengan kebencian, tetapi tetap melanjutkan perutusan-Nya. Maka, kita pun dipanggil untuk tidak ikut-ikutan membenci orang yang membenci kita. Kalau kita membalas dengan cara yang sama, apa bedanya kita dengan mereka?

Iman yang sejati tidak berhenti karena ditolak. Iman yang matang justru bertumbuh dalam tantangan. Maka jika kita ditolak, tetaplah berdoa, tetaplah mengasihi, dan tetaplah melangkah bersama Tuhan.



Peringatan Orang Kudus
Santo Alfonsus Maria de Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja
Alfonsus Maria de Liguori lahir di sebuah kota dekat Napoli, Italia pada tanggal 27 September 1696. Ia meninggal dunia di Nocera pada tanggal 1 Agustus 1787.
Alfonsus berasal dari sebuah keluarga bangsawan Kristen yang saleh. Orangtuanya, Joseph de Liguori dan Anna Cavalieri mendidik dia dengan baik dalam hal iman dan cara hidup Kristiani. Ayahnya berpangkat Laksamana dalam jajaran militer Kerajaan Napoli. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila Alfonsus memperoleh pendidikan ala militer dengan disiplin yang keras. Sekali seminggu ia disuruh tidur di lantai tanpa alas. Maksudnya ialah agar ia terbiasa dengan pola hidup yang keras dan tidak manja.
Sejak kecil Alfonsus sudah menunjukkan bakat-bakat yang luarbiasa. Tak terbayangkan bahwa ia dalam usianya yang begitu muda, 16 tahun, sudah meraih gelar Doktor Hukum di Universitas Napoli, dengan predikat "Magna cum Laude". Karyanya sebagai seorang Sarjana Hukum dimulainya dengan menjadi advokat/pengacara. Ia selalu menang dalam setiap perkara yang dibelanya. Karena itu ia banyak mendapat tanda penghargaan dari orang-orang yang telah ditolongnya.
Pada tahun 1723 ia diminta membela satu perkara besar. Untuk itu ia berusaha keras mengumpulkan dan meneliti berbagai data tentang perkara itu. Namun keberuntungan rupanya tidak memihak dia. Karena suatu kesalahan kecil ia akhirnya dikalahkan oleh pengacara lawannya. Dengan muka pucat pasi ia beranjak meninggalkan gedung pengadilan. la mengakui lalai dalam meneliti semua data penting dari perkara itu. Ia mengalami shock berat dan selama tiga hari ia mengurung diri dalam biliknya merenungi kekalahannya.
Di satu pihak kekalahannya itu sungguh menekan batinnya tetapi di pihak lain kekalahan itu justru menjadi pintu masuk baginya untuk menjalani kehidupan bakti kepada Tuhan dan sesama. Setelah banyak berdoa dan merenung di depan Tabernakel, ia menemukan kembali ketenangan batin. Ketenangan batin itu menumbuhkan dalam hatinya suatu hasrat besar untuk menjadi seorang rohaniwan. Ketika sedang melayani orang di rumah sakit sebagaimana biasanya, ia mendengar suatu suara ajaib berkata: "Alfonsus, serahkanlah dirimu kepadaKu". Alfonsus terhentak sejenak karena suara ajaib itu terdengar begitu jelas. Lama kelamaan, ia sadar bahwa suara itu adalah suara panggilan Tuhan. Kesadaran ini mendesak dia untuk menentukan sikap tegas terhadap suara panggilan itu. la mengambil keputusan untuk menjadi seorang rohaniwan yang mengabdikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Keputusan itu disampaikan kepada orangtuanya. Ayahnya sangat kecewa dan tidak mau lagi bertemu dengan dia. Biarapun berkeberatan menerimanya karena alasan kesehatan. Syukurlah uskup setempat meluluskan niat bekas advokat itu. Semenjak itu ia dengan tekun mempelajari teologi dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar bisa menjadi seorang imam praja yang baik. Kesungguhan persiapannya itu terutama dilatarbelakangi oleh cara hidup imam-imam masa itu yang kurang mencerminkan keluhuran martabat imamat, dan karenanya umat sering memandang rendah mereka.
Alfonsus kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1726. Imam muda ini begitu cepat terkenal di kalangan umat karena kotbahnya yang menarik dan mendalam. Selain menjadi seorang pengkotbah ulung, ia pun menjadi bapa pengakuan yang disenangi umatnya. Karyanya sejak awal kehidupannya sebagai imam diabdikannya kepada orang­orang miskin dan pemuda-pemuda gelandangan di kota Napoli. Ia berusaha mengumpulkan mereka untuk memberi pelajaran agama dan bimbingan rohani.
Pada tahun 1729, ia menjadi imam kapelan di sebuah kolese yang khusus mendidik para calon imam misionaris. Di sana ia berkenalan dengan Pater Thomas Falciola, seorang imam yang memberi inspirasi dan dorongan kepadanya untuk mendirikan sebuah institut yang baru. Kepadanya Pater Falciola menceritakan tentang para suster binaannya di Scala yang menghayati cara hidup yang keras dalam doa dan matiraga. Terdorong oleh inspirasi dan semangat yang diberikan Pater Falciola, ia kemudian mendirikan sebuah tarekat religius baru di Scala pada tanggal 9 Nopember 1732. Tarekat ini diberinya nama 'Sanctissimi Redemptoris', dan mengabdikan diri di bidang pewartaan Injil kepada orang-orang desa di pedusunan. Tanpa kenal lelah anggota-anggota tarekat ini berkotbah di alun-alun, mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan bimbingan khusus kepada muda-mudi, pasangan suami­isteri dan anak-anak.
Pada umurnya yang sudah tua (66 tahun), ia diangkat menjadi Uskup Agata, kendatipun ia sangat ingin agar orang lain saja yang dipilih. Sebagai uskup, ia berusaha membaharui cara hidup para imamnya dan seluruh umat di keuskupannya. Selain itu, ia menulis banyak buku, di antaranya buku Teologi Moral yang terus dicetak ulang sampai abad ini. Tulisan-tulisannya sangat membantu imam-imam teristimewa dalam bidang pelayanan Sakramen Tobat. Dengannya mereka bukan saja mengemban tugas itu dengan penuh kasih sayang, melainkan juga memberikan bimbingan yang tepat kepada umat.
Karena sering jatuh sakit, ia beberapa kali meminta boleh mengundurkan diri sebagai uskup, namun permohonannya baru dikabulkan ketika ia berumur 80 tahun. Ia diperbolehkan kembali ke biara. Masa-masa terakhir hidupnya sangatlah berat karena penyakit yang dideritanya dan serangan para musuh terhadap kongregasinya. Akhirnya pada tahun 1787, ketika berusia 91 tahun, ia meninggal dunia dengan tenang di Pagani, dekat Napoli, Italia.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/


Liturgia Verbi 2025-07-31 Kamis.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XVII

Kamis, 31 Juli 2025

PW S. Ignasius dari Loyola, Imam



Bacaan Pertama
Kel 40:16-21.34-38

"Awan menutupi Kemah Pertemuan
dan kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci."

Pembacaan dari Kitab Keluaran:

Tentang hal ikhwa Kemah Suci
Musa melakukan semuanya secara tepat,
seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya.
Dan terjadilah dalam bulan pertama tahun kedua,
pada tanggal satu bulan itu didirikanlah Kemah Suci.
Beginilah Musa mendirikan Kemah Suci itu:
Ia Memasang alas-alasnya, menyusun papan-papannya,
memasang kayu-kayu lintang dan mendirikan tiang-tiangnya.
Kemudian ia membentangkan atap kemah
yang menudungi Kemah Suci
dan meletakkan tudung kemah di atasnya,
seperti diperintahkan Tuhan kepadanya.

(Lalu Musa mengambil loh hukum Allah, menaruhnya ke dalam tabut,
lalu memasang kayu pengusung pada tabut itu dan meletakkan tutup pendamaian di atas tabut itu.
Ia membawa tabut itu ke dalam Kemah Suci, menggantungkan tabir penudung dan memasangnya sebagai penudung di depan tabut hukum Allah,
seperti yang diperintahkan Tuhan kepada Musa.)

Lalu awan menutupi Kemah Pertemuan
dan kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci,
sehingga Musa tidak dapat memasuki Kemah Pertemuan,
sebab awan itu hinggap di atas kemah
dan kemuliaan Tuhan memenuhi Kemah Suci.
Setiap kali awan itu naik dari atas Kemah Suci,
berangkatlah orang Israel dari tempat mereka berkemah.
Tetapi jika awan itu tidak naik, mereka pun tidak berangkat,
sampai hari awan itu naik.
Sebab awan Tuhan itu ada di atas Kemah Suci pada siang hari,
dan pada malam hari ada api di dalamnya,
di depan mata seluruh umat Israel
pada setiap tempat mereka berkemah.

Demikianlah sabda Tuhan.

ATAU BACAAN LAIN:
1Kor 10:31-11:1

Pembacaan dari Surat pertama Rasul Paulus
kepada Jemaat di Korintus:

Saudara-saudara,
jika engkau makan atau minum,
atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain,
lakukanlah semuanya itu demi kemuliaan Allah.
Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang,
baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah.
Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal,
bukan untuk kepentinganku sendiri,
tetapi untuk kepentingan orang banyak,
supaya mereka beroleh selamat.
Jadilah pengikutku,
sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 84:3.4.5-6a.8a.11,R:2

Refren: Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu,
ya Tuhan semesta alam!

*Jiwaku merana
karena merindukan pelataran Tuhan;
jiwa dan ragaku bersorak-sorai
kepada Allah yang hidup.

*Bahkan burung pipit mendapat tempat
dan burung layang-layang mendapat sebuah sarang,
tempat mereka menaruh anak-anaknya,
pada mezbah-mezbah-Mu, ya Tuhan semesta alam,
ya Rajaku dan Allahku!

*Berbahagialah orang yang diam di rumah-Mu,
yang memuji-muji Engkau tanpa henti.
Berbahagialah para peziarah
yang mendapat kekuatan dari pada-Mu,
langkah mereka makin lama makin tinggi.

*Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu
daripada seribu hari di tempat lain;
lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku
daripada diam di kemah-kemah orang fasik.

ATAU MAZMUR LAIN:
Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9.10-11

Refren: Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu.
(Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan)

*Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu;
puji-pujian kepada-Nya selalu ada di dalam mulutku.
Karena Tuhan jiwaku bermegah;
biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya
dan bersukacita.

*Muliakanlah Tuhan bersama dengan daku,
marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya.
Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku,
dan melepaskan daku dari segala kegentaranku.

*Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya,
maka mukamu akan berseri-seri,
dan tidak akan malu tersipu-sipu.
Orang yang tertindas ini berseru, dan Tuhan mendengarkan,
Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.

*Malaikat Tuhan berkemah di sekeliling orang-orang yang takwa,
lalu meluputkan mereka.
Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan!
Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!

*Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus,
sebab orang yang takut akan Dia takkan berkekurangan.
Singa-singa muda merana kelaparan,
tetapi orang-orang yang mencari Tuhan
tidak kekurangan sesuatu pun.



Bait Pengantar Injil
Kis 16:14b

Tuhan, bukalah hati kami,
supaya kami memperhatikan sabda Putera-Mu.



Bacaan Injil
Mat 13:47-53

"Ikan yang baik dikumpulkan ke dalam pasu, yang buruk dibuang."

Inilah Injil Suci menurut Matius:

Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada orang banyak,
"Hal Kerajaan Surga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut,
lalu mengumpulkan pelbagai jenis ikan.
Setelah penuh, pukat itu pun diseret orang ke pantai.
Lalu mereka duduk dan dipilihlah ikan-ikan itu,
ikan yang baik dikumpulkan ke dalam pasu, yang buruk dibuang.
Demikianlah juga pada akhir zaman.
Malaikat-malaikat akan datang
memisahkan orang jahat dari orang benar.
Yang jahat lalu mereka campakkan ke dalam dapur api.
Di sana ada ratapan dan kertak gigi.

Mengertikah kalian akan segala hal ini ?"
Orang-orang menjawab, "Ya, kami mengerti."
Maka berkatalah Yesus kepada mereka,
"Karena itu
setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran hal Kerajaan Allah
seumpama seorang tuan rumah
yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama
dari perbendaharaannya."
Setelah selesai menyampaikan perumpamaan itu,
Yesus pergi dari sana.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Bacaan Injil hari ini menyampaikan tentang Kerajaan Surga melalui perumpamaan yang lain lagi, yakni seumpama pukat yang dilemparkan ke laut untuk menangkap berbagai jenis ikan. Hasil tangkapannya diseret ke pantai lalu dipilah-pilah, ikan yang baik disimpan dalam pasu dan yang buruk dibuang.

Demikianlah yang akan terjadi pada akhir zaman.
Sekarang akhir zaman itu belum tiba. Kita masih seumpama ikan-ikan yang hidup di dalam laut. Masih terserah kita apakah mau jadi ikan yang baik atau ikan yang buruk. Dan jika ternyata kita selama ini termasuk ikan yang buruk, masih terbuka lebar kesempatan untuk berubah menjadi ikan yang baik—itu kalau kita sungguh-sungguh menginginkannya. Walau kita tahu, itu tidak mudah.

Penderitaan hidup di dunia ini bisa menjadi beban yang berat. Kadang membuat kita kehilangan harapan, seperti Nabi Yeremia yang menyesal telah dilahirkan dan tidak tahu lagi bagaimana menghadapi cacian, hujatan, dan penganiayaan dari orang-orang di sekitarnya, sementara Tuhan yang diandalkannya seolah tidak berkenan menolong dia.

Saya sendiri, di masa lalu, pernah mengalami penderitaan hidup yang di luar kesanggupan saya. Saya masuk ke dalam keputusasaan, hidup tanpa tujuan yang jelas. Hari demi hari saya jalani sambil merusak diri saya sendiri, serusak-rusaknya, dan saya tak peduli. Saya seperti bejana tanah liat yang sudah pecah dan tak berguna lagi.

Namun, di saat seperti itulah Tuhan datang kepada saya. Bukan untuk langsung memberikan pertolongan seperti yang saya harapkan, tapi justru menambahkan beban-beban baru yang makin memperberat hidup saya. Saat itu saya tidak mengerti—mengapa Tuhan seolah membiarkan saya makin jatuh?

Sekarang saya mengerti. Rupanya Allah Bapa memang seperti seorang penjunan, seperti yang dikisahkan dalam Kitab Yeremia. Saya yang ibaratnya bejana rusak, dikerjakan kembali oleh Sang Penjunan menjadi bejana baru menurut kehendak-Nya. Prosesnya tidak instan. Saya harus 'ditenggelamkan' lebih dulu ke dalam air, lalu 'ditempa' berkali-kali. Proses pengerjaan itulah yang saya rasakan sebagai beban tambahan.

Namun hasilnya? Luar biasa. Saya yang dahulu seperti bejana pecah, sekarang telah dijadikan-Nya bejana baru—dalam wujud yang tidak sama seperti dulu, tetapi sesuai rencana dan kehendak-Nya.

Hal yang serupa sebenarnya terjadi dalam bacaan dari Kitab Keluaran hari ini. Setelah seluruh perintah Tuhan dijalankan oleh Musa, Kemah Suci didirikan dan Tabut Perjanjian diletakkan pada tempatnya. Lalu awan Tuhan menutupi Kemah Pertemuan dan kemuliaan Tuhan memenuhi tempat itu. Ketika kemuliaan Tuhan hadir, Musa pun tidak sanggup masuk ke dalamnya. Semua perjalanan bangsa Israel sejak saat itu dipandu oleh awan Tuhan siang dan malam.

Kemuliaan Tuhan memang tidak selalu datang dalam bentuk yang kita harapkan. Kadang bukan berupa mukjizat yang langsung menyelesaikan persoalan, melainkan berupa hadirat yang menyertai, membimbing, dan menuntun langkah kita, bahkan saat kita sedang dalam proses 'ditempa'. Seperti awan yang menaungi bangsa Israel, Tuhan tidak menjanjikan perjalanan yang mudah, tapi menjanjikan penyertaan-Nya yang setia.

Benarlah apa yang ditulis di dalam Injil: seperti seorang ibu yang menanggung penderitaan karena mengandung anaknya, tetapi segera melupakan kesakitannya saat bayinya lahir, dukacitanya berubah menjadi sukacita.

Demikianlah saya sekarang. Dukacita karena pernah ditempa oleh Sang Penjunan telah berlalu, karena saya telah diubah menjadi bejana baru. Sukacita ini bukan karena semua jadi mudah, tetapi karena saya tahu: saya kini berada dalam tangan-Nya. Dan itu jauh lebih dari cukup.



Peringatan Orang Kudus
Santo Ignasius Loyola, Pengaku Iman
Ignasius Loyola lahir di Azpeitia di daerah Basque, Profinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Putera bungsu keluarga bangsawan Don Beltran de Onazy Loyola dan Maria Sanchez de Licona ini diberi nama Inigo Lopez de Loyola.
Semenjak kecil hingga masa mudanya, Ignasius mengecap kenikmatan hidup mewah di lingkungan istana. Dia dididik dalam tradisi dan kebiasaan hidup istana yang ketat.
Pada tahun 1517, Ignasius menjadi tentara Kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Mei 1521, Ignasius menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari serangan tentara Prancis. Penderitaan fisik dan mental yang hebat ini ditanggungnya dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun. 
Masa pemulihan kesehatannya yang begitu lama menjadi baginya suatu masa ber-rahmat, di mana ia menemukan ambang pintu bagi kehidupannya sebagai seorang 'manusia baru'.   Selama masa perawatannya, ingin sekali ia menghalau kebosanannya dengan membaca buku-­buku kepahlawanan. Sayang sekali bahwa buku-buku heroik yang ingin dibacanya tidak tersedia di situ.  Satu-satunya buku yang tersedia ialah buku tentang Kehidupan Kristus dan Para Orang Kudus.  Demi memuaskan keinginannya, ia terpaksa menjamah dan membolak-balik buku itu.  Tanpa disadarinya apa yang dibacanya tertanam dan mulai bersemi dalam lubuk hatinya.  Kalbunya serasa sejuk bila menekuni bacaan itu.  Lambat laun ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh sisa hidupnya bagi Tuhan sebagai Abdi Allah. Ia tidak ingin lagi menjadi pahlawan duniawi.  Kepribadiannya berubah secara total. Dari suatu cara hidup duniawi yang sia-sia, ia menjadi seorang rohaniwan yang melekat erat pada Tuhan dalam cinta kasih yang mendalam. la bahkan bertekad melampaui pahlawan-pahlawan suci lainnya.
Pada tahun 1522, Ignasius pergi ke biara Benediktin Montserrat, Timurlaut Spanyol.  Selama tiga hari berada di sana, ia berdoa dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa silam.  Semua miliknya diberikan kepada orang-orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi Tuhan dan sesama ditunjukkan dengan meletakkan pedangnya di bawah kaki altar kapel biara itu, pada tanggal 24 Maret malam hari.  
Keesokan harinya setelah merayakan Ekaristi dan menerima Komuni Kudus, Ignasius pergi ke sebuah gua dekat Manresa.   Di gua ini ia mengalami suasana tenang dan damai yang menyenangkan.   Dan gua ini jugalah yang menjadi tempat kelahiran baru baginya sebagai seorang 'manusia baru'.   Meditasi dan doa-doanya selama berada di gua ini mengaruniakan kepadanya suatu pemahaman yang baru tentang kehidupan rohani.   Pemahaman ini diabadikannya dalam bukunya berjudul 'Latihan Rohani' yang masih relevan hingga sekarang.
Dari Manresa, Ignasius bermaksud berziarah ke Tanah Suci untuk mentobatkan orang-orang yang belum mengakui Kristus.   Tetapi niat ini dibatalkan karena kondisi negeri Palestina yang tidak memungkinkan.   Sebagai gantinya, ia kembali ke Barcelona, Spanyol. Pada tahun 1524, Ignasius semakin yakin bahwa tugas pelayanan bagi Tuhan dan sesama perlu didukung oleh pendidikan yang memadai. Karena itu, selama 10 tahun ia berjuang memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan. Ia belajar di Alcala de Henares (1526­1527), Salamanca (1527-1528) dan Paris (1528-1535) hingga memperoleh gelar sarjana pada tanggal 14 Maret 1535.  Masa pendidikan ini menjadikan dia seorang yang berkepribadian matang, penuh disiplin diri, dan berpengetahuan luas dan mendalam. Kepribadian dan pengetahuan itu sangat penting bagi peranannya sebagai pemimpin di kemudian hari.  Kadang-kadang ia memberikan pelajaran agama serta bimbingan rohani kepada orang-orang yang datang kepadanya. Tetapi kegiatannya itu menimbulkan kecurigaan para pejabat Gereja. Sebab, tidaklah lazim seorang awam mengajar agama dan spiritualitas.
Kariernya sebagai Abdi Allah dimulainya dengan mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada Tuhan dan GerejaNya.  Pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya yang pertama, antara lain Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon Rodriquez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla.   Kelompok pertama dari Serikat Yesus ini mengucapkan kaul hidup religius di kapel biara Benediktin di Montmartre.
Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan, mereka pun mengikrarkan kaul tambahan, yakni kesediaan menjalankan karya misioner di Tanah Suci di antara orang-orang Islam.   Ignasius sendiri kemudian ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1537.   Karena misi ke Palestina tak mungkin diwujudkan akibat perang waktu itu, maka kaul tambahan 'kesediaan menjalankan karya misi di Tanah Suci' dibatalkan dan diganti dengan 'pengabdian khusus kepada Sri Paus'.   Untuk itu Ignasius bersama rekan-rekannya menawarkan diri kepada Paus Paulus III (1534-1549) untuk mengerjakan tugas apa saja yang diberikan oleh paus, di mana saja dan kapan saja.   Pada tanggal 27 September 1540, Paus Paulus III merestui keberadaan kelompok Ignasian, yang kemudian dikokohkan menjadi sebuah serikat rohaniwan dengan nama Serikat Yesus.   Ignasius sendiri diangkat sebagai pemimpin pertama dalam sebuah upacara di basilik Santo Paulus.
Selama 15 tahun (1541-1556) memimpin Serikat Yesus, Ignasius memusatkan perhatiannya pada pembinaan semangat religius ordonya.  Semboyannya - yang kemudian menjadi semboyan umum Serikat Yesus - dalam melaksanakan tugasnya ialah "Ad Maiorem Dei Gloriam ".   Ia mendirikan banyak kolese antara lain Kolese Roma (yang kemudian menjadi Universitas Gregoriana) dan Kolese Jerman yang khusus untuk mendidik para calon imam untuk karya kerasulan di wilayah-wilayah Katolik yang sudah dipengaruhi oleh Reformasi Protestan.
Selama kepemimpinannya, Ignasius melibatkan imam-imamnya dalam usaha membendung arus pengaruh Protestantisme di Eropa Utara dan dalam Pewartaan Sabda kepada semua orang Katolik tanpa memandang kelas sosialnya.   Ia mengutus Fransiskus Xaverius, sahabat akrabnya, ke benua Asia yang masih kafir untuk membuka lahan baru bagi karya misioner Gereja.
Ignasius dikenal sebagai seorang rohaniwan yang ramah kepada sesamanya.   Kasih sayangnya yang besar kepada orang-orang sakit dan lemah, anak-anak dan pendidikannya, terutama orang-orang berdosa banyak kali membuatnya menangis karena memikirkan kemalangan mereka.   Karena itu ia menggugah hati imam-imamnya agar dengan tulus berkarya di tengah-tengah semua lapisan masyarakat demi menyelamatkan mereka.
Ordo Yesuit yang didirikannya dipoles menjadi sebuah ordo religius yang bebas dari keketatan aturan hidup monastik lama yang kaku. Sebagai reaksi terhadap kekejaman Gereja Abad Pertengahan, yang melahirkan Reformasi Protestan, Ignasius menuntut ketaatan mutlak kepada Takhta Suci dan prinsip prinsip Katolik.   Retret yang teratur diupayakannya sebagai suatu sarana ampuh bagi kedalaman spiritualitas orang-orang Kristen.
Sebelum wafatnya pada tanggal 31 Juli 1556, Ignasius menyaksikan keberhasilan Ordonya dalam mengabdi Tuhan dan GerejaNya. Propinsi serikatnya pada masa itu telah berjumlah 12 dengan 1000 orang imam dan kira-kira 100 buah biara dan kolese.   Ignasius dinyatakan sebagai 'beato' oleh Paus Paulus V pada tanggal 3 Desember 1609 dan kemudian oleh Paus Gregorius XV ia dinyatakan sebagai 'santo' pada tanggal 12 Maret 1622.   Ignasius diangkat sebagai pelindung semua kegiatan rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922.

Beato Yohanes Columbini, Pengaku Iman
Yohanes Columbini lahir di Siena, Italia pada abad ke-14. la tergolong warga kota yang berkedudukan penting dalam masyarakat dan kaya raya tetapi sembrono hidupnya. Cita-cita hidupnya hanya satu, yakni menjadi semakin kaya. Untuk itu ia senantiasa bekerja keras agar harta kekayaannya semakin bertambah banyak.
Pertobatannya hingga menjadi seorang Abdi Allah dan sesama manusia berawal dari semangatnya membaca riwayat Santa Maria dari Mesir. Mulanya ia merasa tidak puas bahkan marah terhadap kisah itu. Buku yang dibacanya dibuangnya jauh-jauh. Tetapi kemudian ia pun tertarik untuk membaca lagi kisah itu. Tanpa disadarinya tumbuhlah dalam hatinya kesadaran akan keadaan dirinya. la bertobat dan segera membagi-bagikan semua kekayaannya kepada orang-orang miskin. Ia sendiri menjadi seorang perawat bagi orang-orang sakit di sebuah rumah sakit di kota itu. Perubahan sikap hidupnya ini mengherankan banyak penduduk Siena. Sangat banyak orang berdosa bertobat setelah menyaksikan cara hidup baru Columbini. Beberapa orang kaya di kota itu mengikuti jejaknya.
Pada waktu itu di Propinsi Toskania merajalela aksi perampokan dan peperangan antar berbagai suku. Yohanes bersama kawan-kawannya menjelajahi desa dan kota sampai ke pelosok-pelosok untuk mewartakan Injil sambil mendamaikan kelompok-kelompok yang bertikai. Mereka memikat hati banyak orang dengan pengajarannya dan berhasil mempertobatkan banyak orang berdosa.
Yohanes mempersatukan para pengikutnya dalam sebuah perkumpulan awam yang disebut Yesuat. Perkumpulan ini mengabdikan diri pada perawatan orang sakit dan jompo, penguburan orang-orang yang meninggal dan berbagai karya amal lainnya. Yohanes Columbini meninggal dunia pada tahun 1367 dan digelari sebagai 'Beato'.

Santo Germanus, Pengaku Iman
Germanus lahir pada tahun 378. la adalah seorang pegawai tinggi pemerintah. la dipilih menjadi Uskup Auxerre, Prancis, meskipun tidak menyukainya. Kemudian ia meninggalkan isterinya. Harta miliknya ia gunakan untuk membangun gereja dan biara. Dua kali ia diutus ke Inggris untuk membersihkan umat dari bidaah Pelagianisme dan ikut berperang melawan tentara Saxon. Germanus dengan giat mengkristenkan kembali seluruh wilayah keuskupannya. la meninggat dunia pada tahun 448.

Santa Eilin, Janda dan Pengaku Iman
Janda muda yang saleh ini berziarah dari Swedia ke Yerusalem. Oleh sanak keluarganya ia dituduh merencanakan pembunuhan atas suami puterinya. Karena itu Eilin dipukuli dengan tongkat kayu sampai mati. Banyak peziarah menyaksikan terjadinya banyak mujizat pada makamnya. Eilin mati terbunuh pada tahun 1160.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/