Liturgia Verbi 2022-03-12 Sabtu.

Liturgia Verbi (C-II)
Hari Biasa Pekan Prapaskah I

Sabtu, 12 Maret 2022



Bacaan Pertama
Ul 26:16-19

"Engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu."

Pembacaan dari Kitab Ulangan:

Di padang gurun seberang Sungai Yordan
Musa berbicara kepada bangsanya,
"Pada hari ini Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau
melakukan ketetapan dan peraturan;
lakukanlah semuanya itu dengan setia,
dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.
Pada hari ini engkau telah menerima janji dari Tuhan:
Ia akan menjadi Allahmu,
dan engkau pun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya,
dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya,
dan mendengarkan suara-Nya.
Dan pada hari ini pula
Tuhan telah menerima janji dari padamu
bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya,
seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu,
dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya.
Ia pun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa
seperti yang telah dijanjikan-Nya,
untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat.
Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu,
seperti yang dijanjikan-Nya."

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 119:1-2.4-5.7-8,R:1

Refren: Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan.

*Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela,
yang hidup menurut Taurat Tuhan.
Berbahagialah orang-orang yang memegang
peringatan-peringatan-Nya,
yang mencari Dia dengan segenap hati.

*Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu,
supaya dipegang dengan sungguh-sungguh.
Kiranya hidupku mantap
untuk berpegang pada ketetapan-Mu!

*Aku akan bersyukur kepada-Mu dengan hati jujur,
apabila aku belajar hukum-hukum-Mu yang adil.
Aku akan berpegang pada ketetapan-ketetapan-Mu,
janganlah tinggalkan aku sama sekali.



Bait Pengantar Injil
2Kor 6:2b

Waktu ini adalah waktu perkenanan.
Hari ini adalah hari penyelamatan.



Bacaan Injil
Mat 5:43-48

"Haruslah kamu sempurna,
sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya."

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Dalam khotbah di bukit Yesus berkata kepada murid-murid-Nya,
"Kamu telah mendengar firman:
Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuh-musuhmu,
dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Karena dengan demikian
kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga.
Sebab Ia membuat matahari-Nya terbit
bagi orang yang jahat dan bagi orang yang baik pula,
hujan pun diturunkan-Nya
bagi orang yang benar dan juga orang yang tidak benar.
Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu,
apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?
Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja,
apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain?
Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?
Karena itu haruslah kamu sempurna,
sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya."

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Renungan hari ini saya persiapkan untuk dibagikan juga melalui Renungan Harian The Power of Word.

"Kasih Agape Akan Menyempurnakan Kita Sebagai Anak Allah"

Adik-adik, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara se-iman dalam Kasih Kristus,
Kita telah mendengar dari Bacaan Injil hari ini, Yesus meminta kita untuk menjadi sempurna,
seperti Allah Bapa kita yang di Surga, sempurna adanya.
Pada masa Prapaskah ini kita diharapkan untuk berdoa dan bertobat, juga berpantang dan berpuasa, dan akan menjadi lengkap jika disertai juga dengan bersedekah.
Selain itu, gereja juga mengajak kita untuk mengenang kisah sengsara Yesus melalui prosesi Jalan Salib.
Jika semua ini kita perbuat, apakah dapat dikatakan kalau ibadat retret agung kita sudah lengkap dan sempurna?
Bolehlah dikatakan sudah lengkap, tetapi masih belum sempurna,
sebab masih ada satu hal lagi yang mesti kita perbuat untuk menyempurnakannya,
yakni dengan memancarkan kasih yang agape kepada semua orang, kepada siapa saja.
Agape yang dimaksud adalah kasih tanpa syarat dan tanpa batas, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri.
Nah, untuk dapat mencapainya,
marilah kita berangkat dari kalimat pertama yang diucapkan oleh Yesus pada Bacaan Injil tadi,
"Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu."
Memang pada waktu itu hal mengasihi sesama dan membenci musuh itu selalu diajarkan oleh para pemimpin agama, disampaikan dalam kotbah-kotbah atau pun kesempatan lainnya.
Padahal bagian yang kedua, "Bencilah musuhmu", tidak ada dalam kitab Taurat Musa mau pun kitab-kitab lainnya, itu hanyalah tafsir, tetapi tafsir yang keliru yang diajarkan kepada banyak orang sehingga dianggap sebagai kebenaran.

Apa iya Allah memberi perintah untuk membenci musuh?
Yang dikehendaki oleh Allah justru yang sebaliknya, seperti yang ditulis pada Kitab Keluaran 23:4-5,
"Apabila engkau melihat lembu musuhmu atau keledainya yang sesat,
maka segeralah kaukembalikan binatang itu.
Apabila engkau melihat rebah keledai musuhmu karena berat bebannya,
maka janganlah engkau enggan menolongnya.
Haruslah engkau rela menolong dia dengan membongkar muatan keledainya."
Juga tidak sejalan dengan ajaran pada Kitab Ulangan 23:7,
"Janganlah engkau menganggap keji orang Edom, sebab dia saudaramu.
Janganlah engkau menganggap keji orang Mesir,
sebab engkau pun dahulu adalah orang asing di negerinya."

Tak dapat disangkal, ada orang Farisi atau pun ahli Taurat membuat tafsir-tafsir untuk membenarkan dirinya atau untuk mengambil keuntungan bagi dirinya atau kelompoknya.
Membenci musuh itu jelas-jelas berseberangan dengan kasih yang agape.
Oleh karena itulah Yesus memandang perlu diluruskan,
"Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga."

Memang benar, Tuhan meminta kita untuk membenci kejahatan sebab itu berasal dari iblis,
tetapi Tuhan tidak mengajarkan kepada kita untuk membenci orang jahat,
apalagi membenci musuh yang belum tentu orang jahat.
Apa iya kita begitu sombongnya menganggap musuh itu pasti jahat dan kita pasti baik?
Sebaliknya, Tuhan mau agar kita berdoa bagi irang yang menganiaya kita,
berdoa supaya orang itu berubah menjadi baik sehingga bisa hidup berdampingan secara damai sebagai sesama anak Allah.
Apakah Tuhan membenci kejahatan?
Iyalah, makanya Tuhan menghendaki agar kita jangan berbuat jahat.
Tetapi, apakah Tuhan membenci orang jahat?
Tidak.
Sebab Tuhan menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi orang jahat juga, bukan hanya untuk orang baik saja.
Dan bahkan, Tuhan mengutus Putera-Nya justru untuk menebus orang berdosa.
Itulah kasih Tuhan yang agape, yang seratus persen sempurna.

Adik-adik, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara se-iman dalam Kasih Kristus,
Mengasihi itu ada tingkatannya, mulai dari kelas nol sampai kelas tertinggi.
Yang paling bawah, kita tidak mempunyai kasih. Ini nilainya nol besar.
Di atasnya, kita mengasihi orang yang mengasihi kita, ada nilainya, tetapi kata Yesus,
"Apakah upahmu?  Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?"
Di atasnya lagi, kita mengasihi orang yang tidak mengasihi kita.
Misalnya orang asing, walau kita tidak mengenalnya tetapi Tuhan mau kita tetap mengasihinya,
memberi tumpangan atau dengan senang hati memberi informasi yang berguna baginya, dll.
Nah, yang tertinggi tingkatannya, kita mengasihi orang yang membenci kita.
Ini banyak dilakukan oleh para orangtua, terutama ibu, terhadap anaknya,
walau pun anaknya terluka batin atau bahkan sampai membencinya
tetapi ia tetap mengasihi anaknya.
Ini jelas agape.

Barangkali ada yang ingin menyanggahnya, "Lha itu kan karena ada ikatan batin yang kuat?
Kalau dengan musuh, apa iya bisa tetap mengasihi?"
Justru ikatan batin itulah yang membuat kita mampu mengasihi secara agape.
Lihat saja apa yang terjadi di Ukraina hari Minggu yang lalu,
konon kabarnya tentara Ukraina mengikuti perayaan Ekaristi bersama dengan musuhnya, tentara Rusia.
Jika berita itu memang benar terjadi, tentulah karena ada ikatan sesama pengikut Kristus maka itu terjadi.
Yesus justru mau agar kita berada di tingkatan yang tertinggi, yakni di antara sesama manusia, bukan sekedar di antara sesama pengikut Kristus saja,
atau di antara sesama sanak saudara saja.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat melakukan seperti yang dikehandaki Allah ini,
mampu mengasihi sesama dan tidak memendam kebencian dengan sesama?
Tak dapat dipungkiri, memang orang-orang dekat kitalah yang lebih berpeluang menerbitkan kebencian di dalam hati kita, yang kalau ditimbun terus-menerus akan menimbulkan dendam lalu menjadi permusuhan.
Yesus telah mengajarkan, hendaknya kita senantiasa berbuat kebaikan dan menghidari dosa.
Jika ajaran Yesus ini kita patuhi, semestinya tidak banyak orang yang menjadi musuh kita.
Saya sendiri meyakini, sejahat-jahatnya orang, tetap tidak mampu menolak kebaikan kita.
Dan saya sendiri juga mengalami, ada perasaan sukacita dan damai yang segera muncul di hati setelah saya berbuat kebaikan, yang akhirnya membuat saya menjadi ketagihan.
Sementara itu, jika terlanjur kebencian timbul di dalam hati, mengampuni adalah senjata ampuh untuk menghapus kebencian itu.
Memang akan lebih ampuh kalau dilakukan lebih segera, ketika ia masih berbentuk ketidak-senangan, memaafkan atau mengampuni akan lebih mudah kita lakukan.
Tetapi jika telah menjadi dendam, telah karatan di dalam hati, akan semakin sulit.
Maka dari itu, ampunilah pada kesempatan yang pertama, dijamin lebih mudah.
Apalagi disertai kesadaran bahwa siapa saja bisa berbuat kesalahan dan dosa, termasuk kita juga,
maka akan menjadi lebih mudah lagi.

Sekarang tiba saatnya kita berdoa bersama untuk menutup renungan kita hari ini.
Marilah kita berdoa bersama,
Allah Bapa kami yang di Surga, sumber kasih yang agape,
Kami tahu kalau kami belum layak disebut sebagai anak-Mu,
dan kasih yang ada di dalam hati kami pun masih jauh dari agape.
Oleh sebab itulah kami berkumpul dan berdoa bersama
agar Engkau berkenan menganugerahkan kasih agape-Mu kepada kami,
sehingga ada kesempatan bagi kami untuk memperbaiki kesalahan kami.
Ya Bapa,
Kasih itu lemah lembut, sabar dan sederhana.
Kasih itu murah hati dan rela menderita.
Maka ajarilah kami bahasa cintaMu agar kami Dekat padaMu ya Tuhanku.
Kami berdoa hanya kepada-Mu, ya Bapa,
Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami,
Amin.

(Silahkan mendengarkan lagu "Bahasa Cinta" sebagai lagu penutup.)



Peringatan Orang Kudus
Santo Theofanus, Biarawan dan Sejarawan
Theofanus lahir di Konstantinopel (sekarang: Istambul, Turki) kira-kira pada tahun 758. Namanya dikenal luas karena perlawanannya yang gigih terhadap bidaah Ikonoklasme dan karena bukunya "Chronographia" yang menguraikan secara singkat sejarah dunia dari tahun 284 sampai tahun 813.
Setelah kematian ayahnya, Theofanus dikirirn ke Konstantinopel. Di sana ia dipaksa menikahi seorang gadis. Ketika itu ia baru berusia 12 tahun. Perkawinan ini tidak berlangsung lama. la bercerai dengan isterinya pada tahun 780, karena ia bercita-cita menjadi seorang biarawan. Dalam hidupnya sebagai seorang biarawan, Theofanus dikenal sebagai seorang yang rajin berdoa, berpuasa dan bertapa. la kemudian mendirikan sebuah biara pertapaan di gunung Sigrino, dekat Cyzicus, Asia Kecil dan sekaligus menjadi pemimpin biara itu.
Pada tahun 787, ia menghadiri Konsili Nicea kedua yang menegaskan kebenaran penghormatan kepada gambar-gambar kudus. Penegasan Konsili Nicea ini ditentang oleh Leo V, Kaisar Byzantium. Leo melancarkan kampanye perlawanan terhadap ajaran konsili yang membenarkan penghormatan kepada gambar-gambar kudus dan patung-patung. Untuk maksud itu ia berusaha memperoleh dukungan dari Theofanus. Tetapi Theofanus dengan tegas menolaknya. Akibatnya, Theofanus ditangkap dan dipenjarakan selama dua tahun lamanya; lalu dibuang ke Samothrase. Di sana Theofanus meninggal dunia pada tahun 817.

Santo Gregorius I, Paus dan Pujanga Gereja
Gregorius I dikenal sebagai paus pertama yang memaklumkan dirinya kepada dunia sebagai Kepala Gereja Katolik di seluruh dunia. la memimpin Gereja Sejagat selama 14 tahun, dan dikenal sebagai seorang Paus yang mashyur pada awal Abad Pertengahan, serta Bapa Gereja Latin yang terakhir.  la memelihara kaum miskin dan dengan gigih meilindungi mereka dari para penjahat. la juga memprakarsai pengiriman misionaris ke Inggris dan Eropa dan menulis banyak buku yang bernilai tinggi.
Gregorius lahir di Roma pada tahun 540. Ibunya Silvia dan dua orang tantenya, Tarsilla dan Aemiliana, dihormati pula sebagai Orang-orang Kudus di dalam Gereja. Ayahnya, Gordianus, tergolong orang kaya raya: memiliki banyak tanah di Sicilia, dan sebuah rumah indah di lembah bukit Coelian di Roma. Selama masa kanak-kanaknya, ia mengalami suasana pendudukan suku bangsa Goth, Jerman atas kota Roma; mengalami berkurangnya penduduk kota Roma dan kacaunya kehidupan kota. Meskipun demikian, Gregorius menerima suatu pendidikan yang memadai. la pandai sekali dalam pelajaran tatabahasa, retorik dan dialektika.
Karena posisinya di antara keluarga-keluarga aristokrat (bangsawan) sangat menonjol, Gregorius dengan mudah terlibat dalam kehidupan umum kemasyarakatan, dan memimpin sejumlah kecil kantor. Pada usia 33 tahun, ia menjadi Prefek kota Roma, suatu kedudukan tinggi dan terhormat dalam dunia politik Roma saat itu.
Dua tahun kemudian ia meletakkan jabatan itu, dan mengumumkan niatnya untuk menjalani kehidupan membiara. Untuk itu ia mendirikan sebuah biara kecil di rumahnya sendiri di lembah bukit Coelian. Selain biara di rumahnya itu, biara Santo Andreas, ia mendirikan enam buah biara lainnya di atas tanah milik ayahnya di Sicilia.
Meski ia menjadi seorang biarawan, seluruh waktunya tidak ia gunakan saja untuk berdoa. la juga aktif terlibat dalam banyak urusan lainnya. Pada tahun 578, ia ditahbiskan sebagai diakon di Roma. Setahun kemudian, Sri Paus Pelagius II (579-590) menunjuk dia sebagai Duta Besar untuk Kekaisaran Konstantinopel. Pengalaman kerjanya selama enam tahun di Konstantinopel meyakinkan dirinya bahwa Kekaisaran Timur itu tidak dapat disandarkan sepenuhnya pada bantuan Roma dan Kekaisaran Barat.
Sekembalinya ke Roma pada tahun 586, ia dipilih menjadi Abbas biara Santo Andreas yang didirikannya. Pertemuannya dengan beberapa pemuda Inggris yang bekerja di pasar Roma menggerakkan hatinya untuk menjadi seorang misionaris di Inggris. Untuk itu ia mengajukan permohonan kepada Sri Paus untuk berkarya di sana. Tetapi permohonannya ini ditolak oleh orang-orang Roma. Ketika Sri Paus Pelagius II meninggal dunia pada 7 Februari 590, para imam dan seluruh umat di Roma memilih dia menjadi Paus menggantikan Pelagius II. la memimpin Gereja selama 14 tahun dari tahun 590 sampai 604.
Berbagai masalah yang melanda Gereja selama masa kepemimpinannya ditanganinya dengan bijaksana. la mempekerjakan petani-petani di bawah pengawasan orang-orang yang trampil guna mengolah tanah-tanah yang diwariskan kepada Gereja. Uang iuran wajib yang diberikan petani-petani itu digunakannya untuk membantu para fakir miskin dan para pengungsi yang membanjiri kota Roma.
Sejalan dengan pelayanannya terhadap orang-orang miskin itu, ia dengan semangat melaksanakan karya pewartaan Injil dan pengajaran agama, sambil tetap melanjutkan pekerjaan menulis karya-karya yang besar .Tulisan-tulisannya inilah yang membuat dia digelari sebagai 'Pujangga Gereja'.
Perhatian Gregorius terhadap pelbagai urusan tidak hanya terbatas di Roma dan Italia, tetapi juga menjangkau wilayah-wilayah di mana Gereja telah didirikan. la menaruh perhatian besar kepada Uskup-uskup Prancis dan perkembangan iman umat di sana. Dengan cermat dan tegas ia mengawasi semua aspek kegiatan Gereja. Terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam perayaan liturgi menurut kebiasaan Romawi, ia bersikap toleran. Namun ia bersikap tegas terhadap setiap pelanggaran hak-hak Paus. Pemilihan seorang Uskup baru untuk wilayah-wilayah keuskupan yang kosong harus dilakukan seturut peraturan Gereja yang berlaku. la mewajibkan para imam untuk mempelajari dan mentaati peraturan-peraturan Gereja yang melarang mereka menikah. Pengaruhnya yang besar dalam negara dimanfaatkannya untuk membebaskan imam-imam dari yurisdiksi negara.
Dengan tangkas, lembut dan bijaksana, ia menangani berbagai masalah Gereja yang rumit. Pengaruhnya yang besar dimanfaatkannya untuk membereskan berbagai kesulitan di semua keuskupan yang jauh dari Roma. Tanpa takut ia menegaskan hak-hak Takhta Suci di hadapan Patriark Konstantinopel. Keputusan-keputusan para uskup di seluruh wilayah Gerejawi, termasuk wilayah-wilayah yang ada di Patriarkat Konstantinopel, harus disetujui dan disahkan oleh Takhta Suci.
Kepemimpinan Gregorius I ditandai oleh suatu kesuksesan besar yakni terciptanya hubungan baik antara Negara dan Gereja. la melihat Negara dan Gereja sebagai lembaga yang sama-sama didirikan oleh Allah. Oleh karena itu, keduanya harus bekerja sama dan saling mendukung dalam semangat kesatuan, meskipun harus tetap mengenal batas-batas wewenang masing-masing. Paus dan Kaisar sama-sama diangkat untuk melayani masyarakat Kristen yang sama. Pergolakan-pergolakan besar yang terjadi pada abad keenam membuat Gregorius berkeyakinan bahwa negara harus bertindak sebagai kekuatan duniawi dari Gereja dalam menghadapi tantangan-tantangan bidaah dan penyembahan berhala. la tidak memberi suatu kesempatan pun kepada penguasa Timur dalam hal-hal yurisdiksi spiritual, walaupun ia sendiri selalu menerima kuasa sipil dari kaisar.  Dalam urusan-urusan negara, Paus Gregorius menghargai Kaisar Konstantinopel sebagai wakil Allah. Dia sendiri di Italia selalu tampil dalam pakaian kebesaran semi raja. Kewibawaan kaisar-kaisar pada masa itu, baik di Roma maupun di Konstantinopel sangat menurun. Hal ini mendorong Gregorius untuk menjalin hubungan dengan Raja-raja Lombardia-Jerman, yang menguasai seluruh ltalia Utara.
la mengadakan perjanjian-perjanjian dengan Ariulf, Raja Lombardia dari Spoleto, dan menyatakan diri sebagai pemimpin pertahanan kota. Hal ini diketahui oleh Romanus, wakil kaisar di Italia. Segera Romanus mengumpulkan sejumlah besar serdadu untuk membebaskan beberapa kota dari penguasaan orang-orang Lombardia, tanpa mengindahkan kuasa paus dan perjanjian perdamaian yang telah diadakannya dengan Ariulf. Tindakan Romanus ini menimbulkan amarah Ariulf, karena melanggar perjanjian yang telah diadakannya dengan paus. la berangkat ke Roma untuk membereskan persoalan itu. Paus berhasil menenangkan hatinya, dan memberinya sejumlah besar uang dari kekayaan Gereja bagi kepentingan pelayanan terhadap orang-orang miskin.
Setelah itu, paus berusaha menciptakan suatu perdamaian yang langgeng dengan orang-orang Lombardia. Untuk itu ia melibatkan wakil dari Kekaisaran Konstantinopel, Romawi dan Lombardia. Dalam tindakannya paus benar-benar menampilkan diri sebagai seorang pangeran duniawi, yang mempunyai pengaruh besar di antara kaisar-kaisar. la berkuasa menunjuk gubemur-gubemur kota.
Sebagai seorang bekas pertapa yang menjadi paus, Gregorius mempunyai perhatian besar terhadap perkembangan komunitas-komunitas monastik. la mendorong orang-orang kaya untuk mendirikan rumah-rumah biara yang baru. la pun membatasi pengawasan Gereja terhadap komunitas-komunitas itu, hanya dalam hal-hal hidup rohani. Dengan berbagai cara, Gregorius mendorong pertumbuhan iman umat dan perkembangan kehidupan beragama di seluruh Gereja.
Salah satu prestasi terindah Gregorius ialah menggalakkan kegiatan-kegiatan misioner demi pertobatan orang-orang yang masih kafir. la memprakarsai dan mengarahkan misi kepada pertobatan orang-orang Inggris. Untuk itu, ia mengangkat Agustinus, pemimpin biara Santo Andreas yang didirikannya untuk memimpin misionaris-misionaris ke Inggris. Kemudian, Agustinus ditahbiskannya menjadi Uskup Canterbury, Inggris. Karena para misionaris ini sangat berhasil di Inggris, mereka selanjutnya melayangkan pandangannya ke daerah Jerman dan Skandinavia.
Gregorius berusaha sekuat tenaga untuk menumbangkan kekafiran di Prancis dan Jerman, memberantas Arianisme di antara orang-orang Lombardia dan Visigoth. Di Afrika Utara, usaha-usaha misioner diarahkan kepada melawan heresi Donatisme yang mengajarkan bahwa Sakramen-sakramen yang dilayani oleh imam-imam yang tidak pantas adalah tidak sah.
Di bidang liturgi, Gregorius mengadakan pembaharuan besar .Lagu-lagu Gereja - yang lazim dinamakan 'Lagu Gregorian' - tercipta pada masa kepausannya. Buku Perayaan Sakramen 'Gregorian' sebagai salah satu buku liturgi Romawi purba dianggap sebagai karyanya. Penjelasan terhadap isi buku ini dikirimkan oleh Paus Adrianus I (772-795) kepada kaisar dan dijadikan buku pegangan perayaan liturgi di seluruh kekaisaran.
Pada tahun-tahun awal kepausannya, Gregorius menulis sebuah buku yang menguraikan tentang tugas seorang uskup dalam menggembalai umatnya. Buku ini diterbitkan oleh Raja Alfred dalam bahasa Inggris pada abad kesembilan. Empat buku lainnya dari Gregorius yang berjudul "Dialog" berisi percakapannya dengan seorang muridnya. Pandangan moralnya, tentang Kitab Yob terdiri dari suatu seri komentar yang menerangkan buku itu secara harafiah, mistik dan moral. Buku ini secara luas dipakai sebagai buku pegangan Moral Katolik selama Abad Pertengahan.
Gregorius adalah seorang penulis rohani dan mistikus kenamaan. Meskipun dia bukan seorang pengarang yang indah gaya bahasanya, namun tulisan-tulisannya sungguh bernilai tinggi dan mengandung ajaran yang mulia. Dia juga adalah Bapa Gereja Latin yang terakhir dan tokoh penting pertama dari Abad Pertengahan.
Salah satu kehebatannya ialah sikap toleransinya yang tinggi kepada para penganut agama Yahudi. la memperjuangkan hak-hak mereka akan kebebasan bertindak dalam masalah-masalah sosial-kenegaraan dan untuk melaksanakan ritus-ritus keagamaannya di dalam sinagoga-sinagoga. Semua usaha untuk membaptis mereka ditentang dengan keras. la benar-benar bertindak sebagai pelindung mereka ketika terjadi penganiayaan terhadap mereka di mana-mana.
Karena gangguan kesehatannya, Gregorius meninggal dunia pada tahun 604. la dikuburkan di samping beberapa orang Paus Pendahulunya dekat Sakristi Basilik Santo Petrus di Roma.

Santo Maximilianus, Martir
Anak tentara veteran Romawi ini tidak mau menjadi tentara, karena taat pada agama dan mempunyai anggapan yang negatif tentang personil angkatan perang. Bagi dia, tentara-tentara umumnya banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat dosa dan berwatak bejat. Kepada hakim yang mengadilinya, ia mengatakan: "Angkatan perang saya ialah angkatan perang Tuhan. Saya tidak dapat berperang untuk kepentingan duniawi". Ayahnya menolak desakan hakim supaya mengubah pandangan puteranya itu. Waktu Max diancam hukuman mati, ia berkata lantang: "Saya tidak akan mati. Apabila saya meninggalkan dunia ini, saya akan bersatu dengan Kristus Tuhanku". la mati dipenggal lehernya di pinggir kota Kartago, Tunisia pada tahun 295.

Beata Yustina dari Arezzo, Pengaku Iman
Yustina dari Arezzo yang biasa dipanggil 'Francuccia Bizzoli' lahir di Arezzo, ltalia. Pada usia 13 tahun ia masuk biara Benediktin Santo Markus di kota Arezzo. Ketika para suster pindah ke biara 'Para Kudus', Yustina juga turut serta ke sana. Tetapi ia kemudian meninggalkan biara itu dengan izin dari superiornya, dan hidup menyepi bersama Lucia di gua Civitelle. Sel di dalam gua itu sangat sempit dan rendah sehingga ia tidak dapat berdiri tegak. Ketika Lusia jatuh sakit, maka Yustina dengan setia mendampinginya siang-malam. Meskipun ia sibuk merawati Lucia namun ia tidak lupa berdoa dan tidak mengurangi kebaktian dan matiraganya. Sesudah Lusia mati, Yustina tetap tinggal di situ sendirian.
Karena menjadi buta Yustina kemudian kembali ke pertapaan Arezzo. Di sini ia semakin berkembang dalam kehidupan rohaninya dan menjadi seorang pertapa yang saleh. Dengan doa-doanya ia menyembuhkan banyak orang sakit. Penyembuhan ini masih juga terjadi atas diri orang-orang sakit yang berdoa dengan perantaraannya setelah ia wafat. Yustina wafat pada tahun 1319.



https://liturgia-verbi.blogspot.co.id/