Liturgia Verbi 2025-10-06 Senin.

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII

Senin, 6 Oktober 2025

PF S. Bruno, Imam



Bacaan Pertama
Yun 1:1-17;2:10

"Yunus siap melarikan diri dari hadapan Tuhan."

Pembacaan dari Nubuat Yunus:

Datanglah sabda Tuhan kepada Yunus bin Amitai demikian,
"Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu,
dan berserulah terhadap mereka,
sebab kejahatannya telah sampai kepada-Ku."
Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis,
jauh dari hadapan Tuhan.
Ia pergi ke Yafo, dan di sana mendapat sebuah kapal,
yang akan berangkat ke Tarsis.
Ia membayar biaya perjalanannya,
lalu naik kapal itu
untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis,
jauh dari hadapan Tuhan.

Tetapi Tuhan menurunkan angin ribut ke laut,
lalu terjadilah badai besar,
sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.
Awak kapal menjadi takut;
masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya,
dan mereka membuang segala muatan ke dalam laut 
untuk meringankan kapal.
Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah,
dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak.
Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata,
"Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak?
Bangunlah, berserulah kepada Allahmu,
barangkali Allahmu itu akan mengindahkan kita,
sehingga kita tidak binasa."
Lalu berkatalah mereka satu sama lain,
"Marilah kita buang undi,
supaya kita tahu, karena siapa kita ditimpa malapetaka ini."
Mereka membuang undi, dan Yunuslah yang kena.

Maka berkatalah mereka kepadanya,
"Beritahu kami, karena siapa kita ditimpa malapetaka ini.
Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang?
Manakah negerimu dan dari bangsa manakah engkau?"
Sahut Yunus kepada mereka, "Aku ini seorang Ibrani.
Aku takwa pada Tuhan, Allah yang menguasai langit,
yang telah menjadikan laut dan daratan."

Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya,
"Apa yang telah kauperbuat?"
Sebab orang-orang itu tahu,
bahwa ia telah melarikan diri, jauh dari hadapan Tuhan.
Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.
Bertanyalah mereka, "Akan kami apakan dikau,
supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi?
Sebab laut semakin bergelora."

Sahut Yunus kepada mereka,
"Angkatlah aku dan campakkanlah aku ke dalam laut,
maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kalian lagi.
Sebab aku tahu, karena akulah badai besar ini menyerang kalian."
Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga
untuk membawa kapal itu kembali ke darat,
tetapi mereka tidak sanggup,
sebab laut semakin bergelora menyerang mereka.

Lalu berserulah mereka kepada Tuhan, katanya,
"Ya Tuhan, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa
karena nyawa orang ini,
dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami
darah orang yang tidak bersalah,
sebab Engkau, Tuhan, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki."

Kemudian mereka mengangkat Yunus
dan mencampakkannya ke dalam laut.
Maka laut berhenti mengamuk.
Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada Tuhan,
lalu mempersembahkan kurban sembelihan kepada Tuhan
serta mengikrarkan nazar.
Maka atas penentuan Tuhan
datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus.
Dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu
tiga hari tiga malam lamanya.
Lalu bersabdalah Tuhan kepada ikan itu,
dan ikan itu pun memuntahkan Yunus ke darat.

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Yun 2:2.3.4.5.8,R:7c

Refren: Engkau mengangkat nyawaku dari dalam liang kubur.

*Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan,
dan Ia menjawab aku.
Dari tengah-tengah-tengah alam maut aku berteriak,
dan Kaudengarkan suaraku.

*Engkau telah melemparkan daku ke tempat yang dalam,
ke pusat lautan,
lalu aku terangkum oleh arus air;
segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku.

*Aku berkata, "Telah terusir aku dari hadapan mata-Mu.
Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus?"

*Ketika jiwaku letih lesu dalam diriku,
teringatlah aku kepada Tuhan,
dan sampailah doaku kepada-Mu,
ke dalam bait-Mu yang kudus.



Bait Pengantar Injil
Yoh 13:34

Perintah baru Kuberikan kepadamu, sabda Tuhan;
yaitu supaya kamu saling mengasihi,
sama seperti Aku telah mengasihi kamu.



Bacaan Injil
Luk 10:25-37

"Siapakah sesamaku?"

Inilah Injil Suci menurut Lukas:

Pada suatu ketika
seorang ahli kitab berdiri hendak mencobai Yesus,
"Guru, apakah yang harus kulakukan
untuk memperoleh hidup yang kekal?"
Jawab Yesus kepadanya,
"Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?
Apa yang kaubaca di sana?"
Jawab orang itu,
"Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu,
dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu.
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Kata Yesus kepadanya,
"Benar jawabmu itu.
Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata lagi,
"Dan siapakah sesamaku manusia?"
Jawab Yesus,
"Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho.
Ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun
yang bukan saja merampoknya habis-habisan,
tetapi juga memukulnya,
dan sesudah itu meninggalkannya setengah mati.
Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu.
Ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu.
Ketika melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.

Lalu datanglah ke tempat itu
seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan.
Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya,
sesudah menyiraminya dengan minyak dan anggur.
Kemudian
ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri
lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
Keesokan harinya
ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu,
katanya, 'Rawatlah dia, dan jika kaubelanjakan lebih dari ini,
aku akan menggantinya waktu aku kembali.'

Menurut pendapatmu siapakah di antara ketiga orang ini,
adalah sesama manusia
dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"

Jawab orang itu,
"Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya."
Yesus berkata kepadanya,
"Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Landasan relasi dengan sesama telah diletakkan oleh Yesus untuk kita jadikan pedoman hidup: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Perintah yang sederhana ini sesungguhnya menjadi inti dari seluruh hukum kasih yang diajarkan oleh Yesus.
Dalam Injil hari ini, Yesus mencontohkan kasih itu melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang penuh belas kasih kepada seseorang yang hampir mati karena menjadi korban perampokan.
Sementara seorang imam dan seorang Lewi yang melihat orang itu tergeletak di pinggir jalan justru lewat begitu saja tanpa menolong.

Yesus dengan sangat tegas menunjukkan bahwa kasih sejati tidak dibatasi oleh latar belakang, agama, atau kelompok sosial. Ia tidak berkata "Kasihilah saudaramu," tetapi "Kasihilah sesamamu manusia."
Sesama manusia berarti sama-sama manusia.
Yang namanya manusia, tak peduli warna kulitnya, sukunya, bahasanya, gendernya, usianya, apakah ia saudara kita atau bukan, bahkan apakah ia membenci atau pernah menyakiti kita — selama ia manusia, kita dipanggil untuk mengasihinya.

Perintah Yesus ini memang tidak mudah. Siapa bilang mengikuti Yesus itu gampang? Mengasihi sesama tanpa batas sering kali menuntut pengorbanan, bahkan harga diri. Tetapi bagaimana mungkin kita berharap dikasihi bila kita sendiri tidak mau mengasihi? Bagaimana mungkin kita ingin diterima bila kita sendiri memilih-milih dalam memberi kasih?

Yesus mengingatkan, "Jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian." [Luk 6:33]
Dan Rasul Yakobus menegaskan lebih keras lagi, "Jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." [Yak 4:17]

Hari ini, Yesus menantang kita untuk menjadi "Orang Samaria yang baik" dalam hidup kita masing-masing.
Mungkin itu berarti menolong orang yang pernah melukai kita, atau sekadar menyapa orang yang tidak menyukai kita, atau memperhatikan mereka yang selama ini diabaikan.

Mari kita bertanya kepada hati kita sendiri:
Apakah kita memiliki cukup tekad untuk menjalankan perintah Yesus yang tidak mudah ini — untuk benar-benar mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri?
Dan kalau jawabannya "belum", mari kita mohon rahmat Tuhan agar hati kita semakin lembut dan siap mengasihi tanpa batas.



Peringatan Orang Kudus
Santo Bruno, Pengaku Iman
Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-cita menjadi imam. Oleh karena itu ia kemudian masuk Seminari di Rheims. Semasa sekolah ia benar-benar tekun belajar sehingga studinya dapat diselesaikan dalam waktu singkat dan ditahbiskan menjadi imam. Pada usia 26 tahun, ia ditugaskan kembali di Seminari Rheims sebagai pengajar Gramatika dan Teologi. Ia pandai mengajar, jujur dan suka membantu mahasiswa-mahasiswanya yang mengalami kesulitan belajar. Cara hidupnya sendiri menarik minat banyak mahasiswa akan kehidupan sebagai imam. Pada umur 45 tahun, ia ditunjuk sebagai penasehat Uskup Rheims. Inilah saat awal ia mengalami sesuatu hal baru yang kemudian membawanya ke dalam kehidupan sebagai pertapa. Sayang bahwa pada tahun itu juga Uskup Rheims meninggal dunia.
Manases dengan segala caranya yang licik berhasil menjadi uskup pengganti. Ia menyogok. Bruno yang menjadi penasehat uskup dan dosen teologi merasa tidak puas dengan taktik licik dan curang dari Manases. Oleh karena itu ia mengadakan perlawanan keras terhadap Manases. Kebetulan juga bahwa pada masa itu Bruno menjadi salah seorang pendukung Paus Gregorius VII dalam usahanya membaharui cara hidup para rohaniwan. Akibat dari perlawanannya itu ia dipecat Manases dari jabatan dan tugasnya sebagai pengajar Teologi di Seminari Rheims.
Tetapi ia tidak putus asa dengan semua perlakuan Manases. Bersama 6 orang temannya, ia menghadap Uskup Grenoble untuk meminta ditunjukkan suatu tempat pertapaan bagi mereka. Uskup itu yang sekarang dihormati sebagai Santo Hugo - menunjukkan suatu tempat yang cocok bagi hidup bertapa di deretan gunung dekat Grenoble, Prancis. Tempat itu disebut La Grande Chartreuse, yang kemudian dipakai sebagai nama bagi pertapaannya, yaitu pertapaan 'Kartusian'. Bruno dengan kawan-kawannya mendiami tempat itu pada tahun 1084. Sebagai tahap awal, mereka mendirikan sebuah gereja kecil dan beberapa pondok sederhana di sekelilingnya. Mulanya setiap pondok ditempati oleh dua orang tetapi kemudian setiap pondok hanya untuk satu orang. Dalam pondoknya masing-masing mereka bertekun dalam doa dan meditasi. Mereka baru berkumpul bersama untuk berdoa pada pagi dan sore hari.
Aturan hidup mereka tergolong keras: mereka bertekun dalam doa dan meditasi, dan hanya makan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali pada hari raya. Itu pun hanya makan roti kering. Mereka tidak makan daging. Pakaian mereka kasar dan pendek dan rambut bagian tengah kepala mereka dibotakkan. Tugas utama mereka ialah membaca dan menyalin buku-buku rohani, dan juga bertani.
Mendengar kesucian hidup Bruno di tengah rimba Chartreuse, Paus Urbanus II, bekas muridnya dahulu, memanggilnya ke Roma untuk membantu dia dalam tugas-tugas khusus, teristimewa dalam memperlancar usaha pembaharuan Gereja dan perjuangannya melawan Paus tandingan Klemens III (seorang calon Paus yang diajukan oleh Kaisar Henry IV dari Jerman). Dengan taat, Bruno pergi ke Roma untuk membantu Paus Urbanus II. Di sana sambil menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya, ia sendiri tetap menjalankan cara hidup bertapanya. Tetapi tak lama kemudian, ia mulai merasa bahwa kota Roma yang bising itu dan pekerjaan-pekerjaan yang begitu banyak tidak cukup membantu dia berdoa dan bermeditasi dengan tenang sebagaimana dialaminya di pertapaan. Oleh karena itu ia mengajukan permohonan undur diri kepada paus agar boleh kembali menjalani hidup sebagai pertapa di pertapaannya. Pada kesempatan itu paus memberikan kepadanya jabatan Uskup Agung dioses Reggio, Italia, tetapi Bruno menolak jabatan itu karena lebih menyukal hidup di dalam kesunyian pertapaan. Dengan sepenuh hati paus mengizinkan dia pergi ke La Torre, Calabria, untuk mendirikan sebuah pertapaan baru. Pertapaan ini didirikan dengan dukungan keuangan dari Roger, saudara Robert Guiscard.
Di pertapaan La Torre ini, Bruno meninggal dunia pada tahun 1101. Ia tidak pernah secara resmi dinyatakan sebagai 'santo' karena aturan biaranya tidak mengijinkan semua usaha publisitas. Namun pada tahun 1514 Paus Leo X memberi izin khusus kepada para Kartusian untuk merayakan tanggal 6 Oktober sebagai tanggal pestanya.



https://liturgia-verbi.blogspot.com/