Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII
Sabtu, 11 Oktober 2025
PF Yohanes XXIII, Paus
Bacaan Pertama
Yl 3:12-21
"Ayunkanlah sabit, sebab sudah masaklah tuaian."
Pembacaan dari Nubuat Yoel:
Hendaklah bangsa-bangsa bergerak dan maju ke lembah Yosafat,
sebab di sana Aku akan duduk
untuk menghakimi segala bangsa dari segenap penjuru.
Ayunkanlah sabit, sebab sudah masak tuaian.
Marilah, iriklah, sebab tempat anggur sudah penuh;
tempat-tempat pemerasan sudah berkelimpahan.
Sebab banyaklah kejahatan mereka!
Banyak orang, banyak orang di lembah penentuan!
Ya, sudah dekatlah hari Tuhan di lembah penentuan!
Matahari dan bulan menjadi gelap,
dan bintang-bintang kehilangan cahayanya.
Tuhan mengaum dari Sion,
dari Yerusalem Ia memperdengarkan suara-Nya,
dan langit serta bumi pun bergoncang.
Tetapi Tuhan adalah tempat perlindungan bagi umat-Nya,
dan benteng bagi orang Israel.
"Maka kalian akan mengetahui bahwa Aku, Tuhan, adalah Allahmu,
yang tinggal di Sion, gunung-Ku yang kudus.
Dan Yerusalem akan menjadi kudus,
dan orang-orang luar takkan melintasinya lagi.
Pada waktu itu akan terjadi
bahwa gunung-gunung akan meniriskan anggur baru,
bukit-bukit akan mengalirkan susu,
dan segala sungai Yehuda akan mengalirkan air;
mata air akan terbit dari rumah Tuhan
dan akan membasahi lembah Sitim.
Mesir akan menjadi sunyi sepi,
dan Edom akan menjadi padang gurun tandus,
oleh sebab kekerasan terhadap keturunan Yehuda,
oleh karena mereka telah menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tanahnya.
Tetapi Yehuda tetap didiami untuk selama-lamanya,
dan Yerusalem turun-temurun.
Aku akan membalas darah mereka yang belum Kubalas;
Tuhan tetap diam di Sion."
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 97:1-2.5-6.11-12,R:12a
Refren: Bersukacitalah dalam Tuhan, hai orang benar.
*Tuhan adalah Raja!
Biarlah bumi bersorak-sorai,
biarlah banyak pulau bersukacita!
*Gunung-gunung luluh laksana lilin di hadapan Tuhan,
di hadapan Tuhan semesta alam.
Langit memberitakan keadilan-Nya
dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
*Terang sudah terbit bagi orang benar,
dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati.
Bersukacitalah karena Tuhan, hai orang-orang benar,
dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.
Bait Pengantar Injil
Luk 11:28
Berbahagialah yang mendengarkan sabda Tuhan dan memeliharanya.
Bacaan Injil
Luk 11:27-28
"Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau!"
Inilah Injil Suci menurut Lukas:
Pada suatu hari,
Ketika Yesus sedang berbicara kepada orang banyak,
berserulah seorang wanita dari antara orang banyak itu,
dan berkata kepada Yesus,
"Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan menyusui Engkau!"
Tetapi Yesus bersabda, "Yang berbahagia ialah
mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya."
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Renungan hari ini dari *The Power of Word":
*Ketika Pujian Jadi Ujian*
Adik-adik, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara se-iman dalam Kasih Kristus,
Wanita yang dikisahkan dalam Bacaan Injil hari ini tentulah sangat mengagumi Yesus.
Ia berseru dengan tulus, penuh kekaguman,
"Berbahagialah ibu yang mengandung dan yang menyusui Engkau!"
Ia tidak sedang berbasa-basi,
melainkan benar-benar memuji Yesus yang sabda dan karya-Nya telah menyentuh hatinya.
Pujian memang bisa mempererat relasi.
Umumnya kita senang ketika dipuji orang.
Pujian yang tulus seringkali membawa sukacita dan menjadi berkat bagi yang menerimanya.
Bahkan kepada Allah pun kita sering memadahkan puji-pujian.
Maka wajar kalau kita pun saling memuji kebaikan sesama
agar relasi menjadi lebih hangat dan penuh kasih.
Jauh lebih bermanfaat kalau kita saling memuji kebaikan yang telah dilakukan,
daripada selalu mencela perbuatan orang lain,
yang belum tentu akan lebih baik jika kita yang mengerjakannya.
Namun, Yesus memberi arah baru.
Ia tidak menolak pujian itu, tapi Ia mengubah fokusnya.
"Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya."
Pujian boleh, tapi jangan sampai pujian itu menjerumuskan kita ke dalam kesombongan.
Saya pernah mengalami hal yang menyadarkan saya.
Ada seorang pengurus paroki datang kepada saya dan berkata,
"Pak Sandy, kami ingin Bapak datang menyampaikan firman,
tapi kami tidak sanggup membayar stipendium Bapak, pasti mahal."
Saya tersentak.
Dalam hati saya bergumam, apakah benar saya sudah sampai pada titik di mana orang berpikir saya mau melayani dengan bayaran yang mahal?
Saat itu saya merasa seperti ditampar halus oleh Tuhan.
Saya menyadari bahwa pujian dan penghormatan
bisa saja menjadi jebakan yang membuat saya lupa diri.
Pujian yang awalnya manis bisa berubah menjadi racun yang halus.
Saya bisa jadi sombong, merasa hebat, merasa lebih dari yang lain,
lalu kehilangan kerendahan hati.
Padahal, segala sesuatu yang baik dalam diri saya bukanlah hasil kehebatan saya,
melainkan berasal dari anugerah Tuhan.
Pada Bacaan Pertama, Tuhan menegaskan bahwa
penghakiman-Nya akan datang bagi bangsa-bangsa yang angkuh dan menindas.
Tetapi bagi umat-Nya yang setia, Ia berjanji akan menurunkan anggur yang berlimpah
dan susu yang mengalir di seluruh Yehuda — tanda sukacita dan berkat yang sejati.
Itulah kontras antara kebahagiaan semu dari pujian manusia
dan kebahagiaan sejati yang datang dari ketaatan pada sabda Tuhan.
Popularitas bisa mencelakai, tapi kesetiaan akan sabda Tuhan membawa keselamatan.
Maka saya belajar: lebih baik dikenal di Surga daripada dipuja di dunia.
Lebih berharga menjadi orang biasa yang mendengarkan dan memelihara sabda Allah,
daripada menjadi orang populer yang kehilangan arah rohaninya.
Setiap kali menerima pujian, ingatlah:
itu bukan tentang kehebatan kita,
tetapi tentang kebaikan Tuhan yang berkarya melalui diri kita.
Oleh karenanya,
setiap kali kita menerima pujian,
hendaknya kita bergegas mengucapkan syukur kepada Allah,
"Terima kasih, Tuhan… Engkaulah yang layak dipuji, bukan aku."
Mari kita renungkan bersama:
ketika ada orang memuji kita,
apakah pujian itu membawa kita semakin dekat pada Tuhan,
atau malah membuat kita merasa cukup tanpa Tuhan?
Semoga setiap pujian yang kita terima tidak berhenti di telinga,
tetapi turun ke hati untuk memuliakan Tuhan, sumber segala kebaikan kita.
Amin.
Peringatan Orang Kudus
Santo Paus Yohanes XXIII
Santo Paus Yohanes XXIII, nama lahir Angelo Giuseppe Roncalli (25 November 1881 – 3 Juni 1963) adalah Paus Gereja Katolik Roma sejak 28 Oktober 1958 hingga 3 Juni 1963. Ia sering disebut "Paus Yohanes Yang Baik" dan juga dihargai oleh orang Anglikan dan Protestan berkat jasanya untuk menyatukan gereja yang pecah.
Ketika diangkat sebagai Paus, Roncalli telah berumur 77 tahun dan sama sekali tidak diunggulkan selama konklaf. Dengan umurnya yang sudah lanjut, Roncalli dianggap hanya akan memerintah dalam waktu yang singkat, oleh karenanya pada masa itu sering dianggap hanya sekadar paus antara saja.
Namun, kepemimpinan Paus Yohanes XXIII ternyata banyak mengejutkan Gereja Katolik dan dunia pada umumnya. Di antaranya adalah dihimpunkannya Konsili Vatikan II yang menghasilkan reformasi atas doktrin-doktrin Gereja Katolik dan ditingkatkannya rekonsiliasi antar umat beragama, suatu hal yang pada waktu itu tidak terbayangkan muncul dari kekuasaan tertinggi Tahta Suci.
Walaupun masa pemerintahannya hanya singkat saja (sekitar 5 tahun lamanya), Paus Yohanes XXIII dianggap sebagai salah satu Paus terbesar yang pernah ada dalam sejarah Gereja Katolik.