Liturgia Verbi 2023-03-19 Minggu.

Liturgia Verbi (A-I)
Hari Minggu Prapaskah IV

Minggu, 19 Maret 2023



Bacaan Pertama
1Sam 16:1b.6-7.10-13a

"Daud diurapi menjadi raja Israel."

Pembacaan dari Kitab Pertama Samuel:

Setelah Raja Saul ditolak,
berfirmanlah Tuhan kepada Samuel,
"Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah.
Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu,
sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku."

Ketika anak-anak Isai itu masuk,
dan ketika melihat Eliab, Samuel berpikir,
"Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang berdiri yang diurapi-Nya."
Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel,
"Janganlah terpancang pada paras atau perawakan yang tinggi,
sebab Aku telah menolaknya.
Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;
manusia melihat apa yang di depan mata,
tetapi Tuhan melihat hati."

Demikianlah Isai menyuruh ketujuh anaknya lewat di depan Samuel,
tetapi Samuel berkata kepada Isai,
"Semuanya ini tidak dipilih Tuhan."
Lalu Samuel berkata kepada Isai,
"Inikah semua anakmu?"
Jawab Isai,  "Masih tinggal yang bungsu,
tetapi ia sedang menggembalakan kambing domba."
Kata Samuel kepada Isai, "Suruhlah memanggil dia,
sebab kita tidak akan duduk makan, sebelum ia datang ke mari."
Kemudian disuruhnyalah menjemput dia.
Kulitnya kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok.
Lalu Tuhan berfirman,
"Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia."
Samuel mengambil tabung tanduknya yang berisi minyak itu,
dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya.

Demikianlah sabda Tuhan.



Mazmur Tanggapan
Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6,R:1

Refren: Tuhanlah gembalaku, aku takkan berkekurangan.

*Tuhanlah gembalaku, aku takkan berkekurangan.
Ia membaringkan aku di padang rumput yang hijau.
Ia membimbing aku ke air yang tenang
dan menyegarkan daku.

*Ia menuntun aku di jalan yang lurus
demi nama-Nya yang kudus.
Sekalipun berjalan dalam lembah yang kelam,
aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.
Tongkat gembalaan-Mu, itulah yang menghibur aku.

*Engkau menyediakan hidangan bagiku,
di hadapan segala lawanku.
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,
pialaku penuh melimpah.

*Kerelaan dan kemurahan-Mu mengiringi aku,
seumur hidupku.
Aku akan diam di dalam rumah Tuhan
sepanjang masa.



Bacaan Kedua
Ef 5:8-14

"Bangkitlah dari antara orang mati,
maka Kristus akan bercahaya atas kamu."

Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus:

Saudara-saudara,
memang dahulu kamu adalah kegelapan,
tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan.
Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang.
Karena terang hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan.
Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan kegelapan
yang tidak berbuahkan apa-apa,
tetapi sebaliknya, telanjangilah perbuatan-perbuatan itu.
Sebab menyebutkan saja apa yang mereka buat di tempat-tempat yang tersembunyi
telah memalukan.
Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu
menjadi nampak,
sebab semua yang nampak adalah terang.

Itulah sebabnya dikatakan,
"Bangunlah, hai kamu yang tidur,
dan bangkitlah dari antara orang mati,
maka Kristus akan bercahaya atas kamu."

Demikianlah sabda Tuhan.



Bait Pengantar Injil
Yoh 8:12b

Akulah terang dunia, sabda Tuhan.
Barangsiapa mengikuti Aku mempunyai terang hidup.



Bacaan Injil
Yoh 9:1-41

"Orang itu pergi, membasuh diri, dan dapat melihat."

Inilah Injil Suci menurut Yohanes:

Sekali peristiwa,
ketika Yesus sedang berjalan lewat,
Ia melihat seorang yang buta sejak lahir.
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya,
"Rabi, siapakah yang berbuat dosa,
orang ini sendiri atau orang tuanya,
sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawab Yesus,
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku,
selama masih siang.
Akan datang malam, di mana tak seorang pun dapat bekerja.
Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."
Sesudah mengatakan semua itu,
Yesus meludah ke tanah,
dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah,
lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi
dan berkata kepadanya,
"Pergilah, basuhlah dirimu di kolam Siloam."
Siloam artinya: "Yang diutus."
Maka pergilah orang itu.
Ia membasuh dirinya,
lalu kembali dengan matanya sudah melek.

Maka tetangga-tetangganya,
dan mereka yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata,
"Bukankah dia ini yang selalu mengemis?"
Ada yang berkata, "Benar, dialah ini!"
Ada pula yang berkata,
"Bukan, tetapi ia serupa dengan dia."
Orang itu sendiri berkata, "Benar, akulah dia."
Kata mereka kepadanya, "Bagaimana matamu menjadi melek?"
Jawabnya, "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah,
mengoleskannya pada mataku,
dan berkata kepadaku:
Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu.
Lalu aku pergi, dan setelah membasuh diri,
aku dapat melihat."
Lalu mereka berkata kepadanya, "Di manakah Dia?"
Jawabnya, "Aku tidak tahu."

Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu
kepada orang-orang Farisi.
Adapun hari
waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu,
adalah hari Sabat.
Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya,
bagaimana matanya menjadi melek.
Jawabnya, "Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku,
lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat."
Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu,
"Orang ini tidak datang dari Allah,
sebab Ia tidak memelihara hari Sabat."
Sebagian pula berkata,
"Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?"
Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
Lalu kata mereka pula kepada orang yang tadinya buta itu,
"Dan engkau, karena Ia telah memelekkan matamu,
apakah katamu tentang Dia?"
Jawabnya, "Ia seorang nabi!"

Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya,
bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat.
Maka mereka memanggil orangtuanya, dan bertanya kepada mereka,
"Inikah anakmu yang kamu katakan lahir buta?
Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?"
Jawab orangtua itu,
"Yang kami tahu dia ini anak kami,
dan ia memang lahir buta.
Tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu;
dan siapa yang memelekkan matanya, kami juga tidak tahu.
Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa;
ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri."
Orangtuanya berkata demikian,
karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi,
sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat
bahwa setiap orang yang mengakui Yesus sebagai Mesias,
akan dikucilkan.
Itulah sebabnya maka orangtua itu berkata,
"Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri."

Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu,
dan berkata kepadanya,
"Katakanlah kebenaran di hadapan Allah:
Kami tahu bahwa orang itu orang berdosa."
Jawabnya, "Apakah Dia itu orang berdosa, aku tidak tahu!
Tetapi satu hal yang aku tahu,
yaitu: Aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat."
Kata mereka kepadanya,
"Apakah yang diperbuat-Nya padamu?
Bagaimana Ia dapat memelekkan matamu?"
Jawabnya, "Telah kukatakan kepadamu,
dan kamu tidak mendengarkannya.
Mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi?
Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?"
Sambil mengejek,  orang-orang Farisi berkata kepadanya,
"Engkau saja murid orang itu, tetapi kami murid-murid Musa.
Kami tahu bahwa Allah telah berfirman kepada Musa,
tetapi tentang Dia itu, kami tidak tahu dari mana Ia datang."
Jawab orang itu kepada mereka,
"Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang,
padahal Ia telah memelekkan mataku.
Kita tahu bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa,
melainkan orang-orang yang saleh
dan yang melakukan kehendak-Nya.
Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar,
bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta.
Jikalau orang itu tidak datang dari Allah,
Ia tidak dapat berbuat apa-apa."

Jawab mereka,
"Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa,
dan engkau hendak mengajar kami?"
Lalu mereka mengusir dia ke luar.

Yesus mendengar bahwa orang itu telah diusir ke luar oleh orang-orang Farisi.
Maka, ketika bertemu dengan dia, Yesus berkata,
"Percayakah engkau kepada Anak Manusia?"
Jawabnya, "Siapakah Dia, Tuhan?
Supaya aku percaya kepada-Nya."
Kata Yesus kepadanya, "Engkau bukan saja melihat Dia!
Dia yang sedang berbicara dengan engkau, Dialah itu!"
Kata orang itu, "Aku percaya, Tuhan!"
Lalu ia sujud menyembah Yesus.

Kata Yesus, "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi,
supaya barangsiapa tidak melihat dapat melihat,
dan supaya yang dapat melihat menjadi buta."
Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi
yang berada di situ,
dan mereka berkata kepada Yesus,
"Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?"
Jawab Yesus kepada mereka,
"Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa.
Tetapi karena kamu berkata 'Kami melihat',
maka tetaplah dosamu."

Demikianlah sabda Tuhan.


ATAU BACAAN SINGKAT:
Yoh 9:1.6-9.13-17.34.38

Inilah Injil Suci menurut Yohanes:

Sekali peristiwa,
ketika Yesus sedang berjalan lewat,
Ia melihat seorang yang buta sejak lahir.
Maka Ia meludah ke tanah,
dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah,
lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi
dan berkata kepadanya,
"Pergilah, basuhlah dirimu di kolam Siloam."
Siloam artinya: "Yang diutus."
Maka pergilah orang itu.
Ia membasuh dirinya, lalu kembali dengan matanya sudah melek.

Maka tetangga-tetangganya,
dan mereka yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata,
"Bukankah dia ini yang selalu mengemis?"
Ada yang berkata, "Benar, dialah ini!"
Ada pula yang berkata,
"Bukan, tetapi ia serupa dengan dia."
Orang itu sendiri berkata, "Benar, akulah dia."
Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu
kepada orang-orang Farisi.
Adapun hari
waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu,
adalah hari Sabat.
Karena itu orang-orang Farisi pun bertanya kepadanya,
bagaimana matanya menjadi melek.
Jawabnya, "Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku,
lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat."
Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu,
"Orang ini tidak datang dari Allah,
sebab Ia tidak memelihara hari Sabat."
Sebagian pula berkata,
"Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?"
Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
Lalu kata mereka pula kepada orang yang tadinya buta itu,
"Dan engkau, karena Ia telah memelekkan matamu,
apakah katamu tentang Dia?"
Jawabnya, "Ia seorang nabi!"

Tetapi orang-orang Farisi menegur dia,
"Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa,
dan engkau hendak mengajar kami?"
Lalu mereka mengusir dia ke luar.

Yesus mendengar
bahwa orang itu telah diusir ke luar oleh orang-orang Farisi.
Maka, ketika bertemu dengan dia, Yesus berkata,
"Percayakah engkau kepada Anak Manusia?"
Jawabnya, "Siapakah Dia, Tuhan?
Supaya aku percaya kepada-Nya."
Kata Yesus kepadanya, "Engkau bukan saja melihat Dia!
Dia yang sedang berbicara dengan engkau, Dialah itu!"
Kata orang itu, "Aku percaya, Tuhan!"
Lalu ia sujud menyembah Yesus.

Demikianlah sabda Tuhan.




Renungan Injil
Saya pernah mendengar tentang "pohon keluarga" dan bahkan diadakan Misa untuk "memutus" pohon keluarga agar kita tidak perlu mewarisi "hal-hal sial" dalam hidup kita.
Entahlah, menurut saya sih ini sama artinya kita ingin memutus garis keturunan kita, memisahkan kita dari leluhur kita.
Justru kalau memang benar ada dosa yang diperbuat oleh orangtua atau leluhur kita yang mesti kita tanggung, kenapa tidak?  Keberatankah kita menanggung apa yang semestinya ditanggung oleh orangtua kita?
Soal tanggungan dosa itu urusan masing-masing walau dibenarkan juga kalau kita berkenan menanggung akibat dosa yang diperbuat oleh orang lain, seperti yang dilakukan oleh Yesus yang menanggung dosa manusia, menjadi silih dosa.
Tetapi memutus relasi dengan orangtua dan leluhur karena kita tidak mau ketiban getah akibat perbuatan orangtua kita rasa-rasanya jauh dari sifat seorang kristiani.
Di dalam Injil, silsilah Yesus ditulis, artinya garis keturunan Yesus diakui dan tidak diputus.

Dari Bacaan Injil hari ini kita boleh mendapat pencerahan.
Ada seorang yang buta sejak lahir.
Lalu orang-orang pun mengkait-kaitkan dia dengan dosa orangtuanya, "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawaban Yesus sudah jelas, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya."
Seseorang dilahirkan buta tentu ada penyebabnya, tapi tidaklah benar kalau dikait-kaitkan dengan penghukuman atas dosa dari orangtuanya, dianggap sebagai "kutukan", apalagi kalau dikaitkan dengan "takdir".
Dan kita juga faham kalau penyebabnya seringkali tidak terpapar secara gamblang sehingga menjadi misteri bagi dunia.

Tidak benar juga seorang buta itu bernasib malang atau hidup susah.
Lihat saja Stevie Wonder, penyanyi tuna-netra asal Amerika yang legendaris itu, atau Andrea Bocelli asal Italia yang tak dapat dipisahkan dari lagu "The Prayer" yang tersohor itu.
Franklin Delano Roosevelt tidak buta tetapi menderita gangguan pengelihatan yang serius, berhasil menjadi presiden Amerika Serikat ke-32.
Roosevelt langsung mengingatkan kita kepada alharhum Gus Dur.
Saya yakin kita semua tahu siapa itu Nick Vujicic (Nicholas James Vujicic) asal Australia yang dilahirkan tanpa tangan dan kaki itu.
Dan, siapa yang tak kenal Louis Braille asal Prancis itu?
Ia tidak dilahirkan buta, tetapi mengalami kecelakaan di usia 3 tahun, matanya terturuk jarum dan menjadi buta.
Ia adalah orang yang paling berjasa, yang membuat para tuna-netra dapat membaca sekali pun ia buta, melalui metoda "enam titik" ciptaannya, yang sekarang kita kenal sebagai huruf Braille.

Bisa jadi kita yang merasa normal secara jasmani dan rohani, tidak mengidap disabilitas, entah itu kebutaan, lumpuh, keterbelakangan mental dan sebagainya.
Tunggu, nanti dulu.
Saya yakin kita semua adalah difabel!
Masing-masing dari kita memiliki disabililtas, jangan ke-pede-an dulu.
Salah satu contohnya adalah disabilitas dalam urusan empati, minim belas-kasih kepada orang lain, merasa tak berdaya atau tak mampu menolong orang lain padahal sebetulnya bisa, mampu tapi tak mau, ya sama saja difabel.
Masih ada banyak contoh disabilitas yang ada dalam diri kita, saking kitanya saja ogah memperhatikannya.

Apakah disabilitas kita itu bisa disembuhkan?
Bisa, dengan pertolongan Allah Bapa, separah apa pun disablitas yang kita emban akan sembuh, pasti.
Tinggal sekarang, maukah kita melongok ke dalam diri kita, mencari tahu apa-apa saja "keterbatasan diri" yang masih membelenggu kita.
Jangan salahkan orangtua, "Bukan salah bunda mengandung, buruk suratan tangan sendiri".
Mari kita ubah ini, yang tadinya kecewa dengan orangtuanya atau malah membenci orangtuanya, mari sekarang kita ubah, mari kita kasihi mereka baik semasih ada maupun yang telah berpulang.
Bertobatlah sebagai anak yang telah keliru dengan menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita.



Peringatan Orang Kudus
Santo Yusuf, Suami Maria
Semua pengetahuan kita tentang Santo Yusuf, suami Santa Perawan Maria dan "Ayah piara" Yesus, Putra Allah, bersumber pada dua bab pembukaan dari Injil Mateus dan Lukas. Secara hukum, Yusuf dianggap sebagai ayah Yesus. Karena Yusuf adalah turunan Raja Daud, maka Yesus dianggap juga sebagai turunan Raja Daud. Yesus lalu disebut Putra Daud.
Hubungan Yusuf dan Maria lebih daripada suatu hubungan pertunangan. Hubungan mereka merupakan suatu hubungan perkawinan yang sah, walaupun pada mulanya mereka tidak pernah hidup sebagai suami-istri. Kira-kira selama satu tahun, mereka tidak pernah hidup bersama di bawah satu atap. Ketika Maria mengandung secara ajaib oleh kuasa Roh Kudus, Yusuf bingung dan bermaksud meninggalkan Maria secara diam-diam. Namun Yusuf yang saleh itu tidak percaya akan godaan kebingungan dan kecurigaan terhadap Maria yang sedang hamil itu. Mateus dalam Injilnya mengatakan bahwa Yusuf memutuskan untuk "meninggalkan Maria secara diam-diam". (Mat 1:19).
Sehubungan dengan itu, selanjutnya Mateus mengatakan bahwa Allah mengutus seorang malaekat untuk menerangkan kepada Yusuf bahwa anak yang ada di dalam rahim Maria sesungguhnya berasal dari Roh Kudus. Oleh kunjungan malaekat Allah itu dan setelah merenungkan pesan yang disampaikan, Yusuf tanpa ragu-ragu mengambil Maria sebagai istrinya dan mulai tinggal serumah (Mat 1:24). Untuk menghindari salah pengertian, Mateus selanjutnya mengatakan bahwa Yusuf bukanlah ayah kandung Yesus. Mateus berkata: "la tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki" (Mat 1:25).
Kata "sampai" yang digunakan Mateus menunjukkan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sebelum Maria melahirkan anaknya. Kata itu pun tidak berarti bahwa setelah Maria melahirkan Yesus, Yusuf bersetubuh dengan Maria. Kata-kata "anaknya laki-laki", bahkan dikatakan "anaknya yang sulung" (Luk 2:7) juga tidak berarti bahwa Maria mempunyai beberapa orang anak. Istilah itu adalah suatu istilah yang lazim dan sah untuk menamai setiap anak laki-laki pertama yang lahir dari suatu perkawinan, meskipun anak itu tidak mempunyai saudara dan saudari. Lukas dalam bab kedua Injilnya menyebut Yusuf dan Maria sebagai orang-tua Yesus (Luk 2:27).
Menurut Mateus, Yusuf adalah seorang tukang kayu (Mat 13:55). Tentang riwayat hidupnya tidak banyak dikisahkan, tetapi diperkirakan Yusuf meninggal dunia sebelum Yesus tampil di depan umum untuk memulai karyaNya. Karena, ia tidak pernah disebut-sebut lagi selama kurun waktu penampilan Yesus itu. Salah satu bukti biblis untuk menunjukkan hal ini dapat ditemukan di dalam lukisan Penginjil Yohanes tentang peristiwa penyerahan Maria kepada Yohanes, murid kesayangan Yesus: "Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah la kepada IbuNya: 'Ibu, inilah anakmu!' Kemudian kataNya kepada muridNya: 'Inilah ibumu!' Dan sejak itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya" (Yoh 19:26-27). Teks ini menunjukkan bahwa pada waktu itu Maria sudah menjanda.
Cerita-cerita apokrif purba menggambarkan Yusuf sebagai seorang lelaki yang sudah tua, bahkan tua sekali. Cerita ini mau melukiskan bahwa pada waktu itu tak seorang pun menganggap Yusuf sebagai ayah kandung Yesus. Sebaliknya, kehamilan Maria dianggap sebagai suatu peristiwa yang memalukan bahkan merupakan skandal karena Yusuf suaminya dikatakan sudah tua sekali.
Cerita purba itu pun melukiskan Yusuf sebagai seorang duda yang mempunyai enam orang anak dari perkawinannya yang pertama. Kisah ini dimaksudkan untuk menerangkan bagian Injil yang melukiskan tentang "saudara-saudara Yesus"? (Mat 12:46; Yoh 2:12; 7:10). Keterangan yang sebenarnya ditemukan dalam makna kata bahasa Aram yang digunakan Yesus dan murid-muridNya. Bahasa Aram menggunakan kata yang sama untuk melukiskan saudara-saudara dan sepupu-sepupu, dan para pengarang Injil mengetahui bahwa hal ini akan berarti dan dipahami oleh umat yang menjadi tujuan penulisan Injil bila mereka menunjuk kepada "saudara-saudara Yesus".
Yusuf dan Maria benar-benar menikah. Mereka memiliki hak-hak perkawinan secara penuh satu terhadap yang lain seperti lazimnya suami-istri, walaupun mereka sendiri tidak menggunakan hak-hak itu. Alasan pokok teologis mengapa Yesus dilahirkan dari seorang perawan adalah bahwa Pribadi Kedua dalam Tri Tunggal Mahakudus itu telah ada sejak kekal. KelahiranNya sebagai manusia melalui rahim Maria menunjukkan kehendak Allah untuk menjadi seorang anggota umat manusia dalam sebuah keluarga manusia. Yusuf - meskipun bukan ayah Yesus dalam arti fisik - dihubungkan dengan Yesus oleh persatuan rohaniah seorang ayah, kewibawaan dan pelayanan. Yesus termasuk anggota keluarga Yusuf dan hubungan itu diungkapkan dengan menggambarkan Yusuf sebagai ayah piara bahkan ayah Yesus yang sah.
Devosi kepada Santo Yusuf tidak dikenal di dalam Gereja selama berabad-abad. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu kekuatiran bahwa tekanan yang berlebihan pada kedudukan Yusuf dapat menimbulkan anggapan umum bahwa Yusuf adalah ayah kandung Yesus. Dalam praktek sekarang, Gereja menghormati Yusuf karena kekudusan dan martabat Maria sebagai Bunda Yesus, Putra Allah.
Sri Paus Pius IX (1846-1878) pada tanggal 8 Desember 1870 menetapkan Yusuf sebagai pelindung Gereja Universal. Dalam litani Santo Yusuf, Yusuf dilukiskan sebagai pelindung bagi para buruh/karyawan, keluarga, para perawan, orang-orang sakit dan orang-orang yang telah meninggal. la juga dihormati sebagai tokoh doa dan kehidupan rohani, pelindung para fakir miskin, para penguasa, bapa-bapa keluarga, imam-imam dan kaum religius serta pelindung para peziarah.
Pada tahun 1937, Sri Paus Pius XI (1922-1939) mengangkat Santo Yusuf sebagai pelindung perjuangan Gereja melawan komunisme ateistik. Dan pada tahun 1961, Sri Paus Yohanes XXIII (1958-1963) memilih Yusuf sebagai pelindung surgawi Konsili Vatikan II. Nama Yusuf sendiri mulai dimasukkan dalam Kanon Misa pada tahun 1962. Pada abad ke delapan dan ke sembilan, tanggal 19 Maret ditentukan sebagai Hari Raya utama Santo Yusuf. Pada tahun 1955, Sri Paus Pius XII (1939-1958) memaklumkan pesta Santo Yusuf Pekerja yang dirayakan pada tanggal 1 Mei. Pesta ini menekankan martabat pekerjaan dan keteladanan Santo Yusuf sebagai seorang pekerja dan untuk menyatakan kembali keikutsertaan Gereja dalam karya penyelamatan Allah.

Minggu Prapaskah ke-4 adalah Minggu Laetare. 
Alat-alat musik dapat dibunyikan dan altar boleh dihiasi dengan bunga, dapat dipakai busana liturgi warna merah muda. (PPP Art. 25)



https://liturgia-verbi.blogspot.co.id/