Liturgia Verbi (C-I)
Hari Minggu Paskah VII
Minggu, 1 Juni 2025
Ujud Gereja Universal: Agar dunia dapat bertumbuh dalam belas kasih.
Semoga setiap pribadi menemukan penghiburan dalam relasi pribadi dengan Yesus, dan belajar menumbuhkan belas kasih dari hati-Nya bagi dunia.
Ujud Gereja Indonesia: Mereka yang sudah pensiun.
Semoga para lansia berbahagia, mampu mensyukuri, dan menikmati masa tuanya serta bersemangat untuk membagikan pengalaman hidupnya kepada generasi yang lebih muda.
Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Bacaan Pertama
Kis 7:55-60
"Aku melihat Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."
Pembacaan dari Kisah Para Rasul:
Di hadapan Mahkamah Agama Yahudi
Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit;
ia melihat kemuliaan Allah,
dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.
Maka katanya, "Sungguh, aku melihat langit terbuka,
dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."
Maka berteriak-teriaklah para anggota mahkamah,
dan sambil menutup telinga serentak menyerbu Stefanus.
Mereka menyeret dia ke luar kota,
lalu melemparinya dengan batu.
Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka
di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus.
Sementara dilempari batu, Stefanus berdoa,
"Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku!"
Dan sambil berlutut Stefanus berseru dengan suara nyaring,
"Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!"
Dan dengan perkataan itu meninggallah Stefanus.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 97:1.2b.6.7c.9,R:1a.9a
Refren: Tuhan adalah Raja.
Ia mahatinggi di atas seluruh bumi.
*Tuhan adalah Raja.
Biarlah bumi bersorak-sorai,
biarlah banyak pulau bersukacita!
Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
*Langit memberitakan keadilan-Nya,
dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
Segala dewata sujud menyembah Allah.
*Sebab, ya Tuhan,
Engkaulah Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi,
Engkau sangat dimuliakan di atas segala dewata.
Bacaan Kedua
Why 22:12-14.16-17.20
"Datanglah Tuhan Yesus!"
Pembacaan dari Kitab Wahyu:
Aku, Yohanes,
mendengar suara yang berkata kepadaku,
"Sesungguhnya Aku datang segera,
dan Aku membawa upah untuk membalas setiap orang
menurut perbuatannya.
Aku adalah Alfa dan Omega,
Yang Pertama dan Yang Terkemudian,
Yang Awal dan Yang Akhir."
Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya.
Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan
dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota
yang turun dari surga, dari Allah.
"Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku
untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu
bagi jemaat-jemaat.
Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud,
bintang timur yang gilang-gemilang."
Roh dan pengantin perempuan itu berkata, "Marilah!"
Dan barangsiapa mendengarnya,
hendaklah ia berkata, "Marilah!"
Barangsiapa haus, hendaklah ia datang,
dan barangsiapa mau,
hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma!
Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman,
"Ya, Aku datang segera!"
Amin, datanglah, Tuhan Yesus!
Demikianlah sabda Tuhan.
Bait Pengantar Injil
Yoh 14:18
Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.
Aku datang kembali kepadamu, dan hatimu akan bersukacita.
Bacaan Injil
Yoh 17:20-26
"Supaya mereka sempurna menjadi satu."
Inilah Injil Suci menurut Yohanes:
Dalam perjamuan malam terakhir,
Yesus menengadah ke langit dan berdoa bagi para pengikut-Nya,
"Bapa yang kudus, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa,
tetapi juga untuk orang-orang,
yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;
supaya mereka semua menjadi satu,
sama seperti Engkau, ya Bapa, ada di dalam Aku,
dan Aku di dalam Engkau,
agar mereka juga di dalam Kita,
supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Aku telah memberikan kepada mereka
kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku,
supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:
Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku,
supaya mereka sempurna menjadi satu,
agar dunia tahu bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku,
dan bahwa Engkau mengasihi mereka,
sama seperti Engkau mengasihi Aku.
Ya Bapa,
Aku mau supaya di mana pun Aku berada,
mereka juga berada bersama-sama dengan Aku,
yakni mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku,
agar mereka memandang kemuliaan-Ku
yang telah Engkau berikan kepada-Ku,
sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.
Ya Bapa yang adil,
memang dunia tidak mengenal Engkau,
tetapi Aku mengenal Engkau,
dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku;
dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka,
dan Aku akan memberitahukannya,
supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka
dan Aku di dalam mereka."
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Hari ini kita merayakan Minggu Paskah Ketujuh, hari Minggu terakhir dalam Masa Paskah sebelum kita masuk ke Hari Raya Pentakosta. Dalam perayaan ini, Gereja mengajak kita untuk merenungkan tema *persatuan*, sebuah hal yang sangat penting dalam kehidupan beriman dan hidup bersama.
Yesus, dalam Bacaan Injil hari ini [Yoh 17:20-26], menaikkan doa-Nya kepada Bapa. Doa ini bukan hanya untuk para murid-Nya saat itu, tetapi juga untuk semua orang yang percaya kepada-Nya lewat pewartaan para murid — termasuk kita semua pada masa kini. Permohonan utama Yesus adalah agar mereka semua menjadi satu: "supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu."
Doa Yesus ini sungguh menyentuh hati, karena Yesus tahu betapa rentannya kita terhadap perpecahan. Ia tidak hanya berdoa agar kita bersatu dengan sesama, tetapi terlebih dahulu agar kita bersatu dengan Allah sendiri — dengan Bapa, dengan Putra, dan dengan Roh Kudus. Itulah inti hidup sebagai warga Kerajaan Surga: hidup dalam persekutuan ilahi yang abadi.
Persatuan ini juga sangat penting di antara sesama pengikut Kristus. Dalam kehidupan menggereja, kita diajak untuk menjaga kesatuan umat, bukan memperkuat sekat-sekat yang memisahkan. Perbedaan suku, bangsa, profesi, status sosial, bahkan perbedaan cara berpikir sekalipun — bukanlah alasan untuk berpecah-belah. Justru sebaliknya, perbedaan adalah anugerah yang memperkaya kesatuan kita, bila kita menghidupinya dalam kasih Kristus.
Umat paroki hendaknya tidak membentuk kelompok-kelompok eksklusif yang menghambat semangat kebersamaan. Jangan lihat warna kulit, asal-usul, atau latar belakang seseorang. Pandanglah semua sebagai saudara-saudari seiman yang berjalan bersama menuju keselamatan yang sama.
Persatuan ini semestinya dimulai dari keluarga. Bagaimana mungkin kita bisa membangun kesatuan dalam masyarakat, dalam Gereja, bahkan dalam bangsa, jika dalam keluarga sendiri tidak ada persatuan? Suami dan isteri yang sering bertengkar, orangtua dan anak yang tidak saling memahami, kakak dan adik yang saling menjauh — semua ini menjadi batu sandungan untuk membangun komunitas yang lebih besar.
Lebih dari itu, persatuan yang paling mendasar adalah persatuan dengan diri sendiri. Seringkali konflik terbesar justru terjadi di dalam hati kita sendiri. Kita tidak berdamai dengan diri, tidak menerima diri, bahkan memupuk hawa nafsu dan keinginan duniawi yang justru menjauhkan kita dari damai sejati. Maka Yesus meminta kita untuk menyangkal diri — bukan untuk menyiksa diri, tetapi agar kita bebas dari belenggu keakuan yang merusak.
Mengapa kita perlu bersatu? Karena hanya dengan hidup dalam persatuanlah kita dapat mengalami gambaran Kerajaan Allah yang sejati. Dalam Bacaan Kedua [Why 22:12-14.16-17.20], kita mendengar janji Tuhan Yesus yang akan datang kembali. Mereka yang membasuh jubahnya — mereka yang hidup dalam kekudusan, dalam kasih, dan dalam kesatuan — akan berhak atas pohon kehidupan dan akan masuk ke dalam kota kudus.
Stefanus, martir pertama yang kisahnya kita dengar dalam Bacaan Pertama [Kis 7:55-60], menjadi teladan tentang kesatuan sejati. Bahkan ketika dirajam batu, ia tetap melihat surga terbuka, dan ia menyerahkan nyawanya sambil mendoakan penganiayanya. Itulah buah dari hidup yang bersatu erat dengan Kristus — kasih yang tidak mengenal batas.
Dan apa modal kita untuk meraih persatuan itu? Rasul Paulus sudah merumuskannya: iman, pengharapan, dan kasih — dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Maka, marilah kita hidup sebagai anak-anak terang, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan. Hanya dengan itu kita akan sungguh layak menyambut Yesus yang berkata, "Ya, Aku datang segera."
Peringatan Orang Kudus
Santo Yustinus, Martir
Yustinus lahir dari sebuah keluarga kafir di Nablus, Samaria, Asia Kecil pada permulaan abad kedua kira-kira pada kurun waktu meninggalnya Santo Yohanes Rasul.
Yustinus mendapat pendidikan yang baik semenjak kecilnya. Kemudian ia tertarik pada pelajaran filsafat untuk memperoleh kepastian tentang makna hidup ini dan tentang Allah. Suatu ketika ia berjalanjalan di tepi pantai sarnbil merenungkan berbagai soal. la bertemu dengan seorang orang-tua. Kepada orang-tua itu, Yustinus menanyakan berbagai soal yang sedang direnungkannya. Orang-tua itu menerangkan kepadanya segala hal tentang para nabi Israel yang diutus Allah, tentang Yesus Kristus yang diramalkan para nabi serta tentang agama Kristen. Ia dinasihati agar berdoa kepada Allah memohon terang surgawi.
Di samping filsafat, ia juga belajar Kitab Suci. Ia kemudian dipermandikan dan menjadi pembela kekristenan yang tersohor. Sesuai kebiasaan di zaman iru, Yustinus pun mengajar di tempat-tempat umum, seperti alun-alun kota, dengan mengenakan pakaian seorang filsuf. Ia juga menulis tentang berbagai masalah, terutama yang menyangkut pembelaan ajaran iman yang benar. Di sekolahnya di Roma, banyak kali diadakan perdebatan umum guna membuka hati banyak orang bagi kebenaran iman kristen.
Yustinus bangga bahwa ia menjadi seorang kristen yang saleh, dan ia bertekad meluhurkan kekristenannya dengan hidupnya. Dalam bukunya, "Percakapan dengan Tryphon Yahudi", Yustinus menulis: "Meski kami orang Kristen dibunuh dengan pedang, disalibkan, atau dibuang ke moncong-moncong binatang buas, ataupun disiksa dengan belenggu dan api, kami tidak akan murtad dari iman kami. Sebaliknya, semakin hebat penyiksaan, semakin banyak orang demi nama Yesus, bertobat dan menjadi orang saleh".
Di Roma, Yustinus ditangkap dan bersama para martir lainnya dihadapkan ke depan penguasa Roma. Setelah banyak disesah, kepala mereka dipenggal. Perisitiwa itu terjadi pada tahun 165. Yustinus dikenal sebagai seorang pembela iman terbesar pada zaman Gereja Purba.
Santo Simeon, Pengaku Iman
Simeon menempuh pendidikan di Konstantinopel dan hidup bertapa di tepi sungai Yordan. Pria berdarah Yunani ini kemudian menjadi rahib di biara Betlehem dan Gunung Sinai. Ia lebih suka hidup menyendiri dan menetap di seputar pantai Laut Merah dan di puncak gunung. Namun kemudian pemimpin biara mengutusnya ke Prancis. Setelah menjelajahi berbagai daerah, ia secara sukarela hidup terkunci di dalam sebuah bilik di suatu biara di Trier, Jerman sampai saat kematiannya.
Santo Johannes Storey, Martir
Yohannes Storey hidup antara tahun 1510-1571. Anggota parlemen Inggris ini sama sekali menolak mengakui Ratu Elisabeth I sebagai kepala Gereja. Akibatnya ia dipenjarakan. Namun sempat lolos dan melarikan diri ke Belgia. Dengan tipu muslihat, ia dibawa kembali ke Inggris dan digantung hingga menghembuskan nafasnya di London.
Santo Pamphilus dari Sesarea, Martir
Pamphilus lahir di Berytus, Phoenicia (sekarang: Beirut, Lebanon) pada tahun 240 dari sebuah keluarga terkemuka dan kaya. Pamphilus mempunyai minat dan bakat besar dalam masalah-masalah sekular di Berytus sambil meneruskan studi teologi di Sekolah Kateketik Aleksandria yang tersohor namanya di bawah bimbingan Pierius, pengganti Origenes. Dari Aleksandria ia pergi ke Sesarea, ibukota Palestina. Tak lama setelah ia tiba di Sesarea, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agapius. Ia menetap di sana dan teguh membela iman Kristen selama masa penganiayaan orang-orang Kristen sampai hari kematiannya sebagai martir sekitar tahun 309/310.
Pamphilus seorang imam, dosen, ekseget, dan pengumpul buku-buku yang bernilai tinggi. Dengan buku-buku yang berhasil dikumpulkannya, ia mengorganisir dan mengembangkan perpustakaan besar yang telah dirintis oleh Origenes. Perpustakaan ini berguna sekali bagi berbagai studi tentang Gereja. Dengan keahliannya di bidang teologi dan kitab suci, ia membimbing sekelompok pelajar dalam studi Kitab Suci. Eusebius, salah seorang muridnya - yang kemudian dijuluki 'Bapa Sejarah Gereja' - sangat akrab dengannya. Bersama dia, Phamphilus menulis sebuah biografi tentang gurunya (buku biografi ini telah hilang) sambil terus mengembangkan perpustakaan Sesarea di atas. Ia memusatkan perhatian pada pengumpulan teks-teks Alkitab beserta komentar-komentarnya sehingga koleksinya menjadi sumber informasi penting bagi penerbitan suatu versi penulisan Kitab Suci yang secara tekstual lebih tinggi daripada versi-versi lainnya pada masa itu. Koleksi teks-teks Kitab Suci dan buku-buku lainnya di dalam perpustakaan ini merupakan sumbangannya yang utama bagi Gereja, karena memberikan data yang lengkap dan terpercaya tentang literatur-literatur Kristen perdana. Karya Santo Hieronimus dan Eusebius di bidang Sejarah Gereja dan Kitab Suci didasarkan pada informasi yang disediakan di dalam perpustakaan Pamphilus ini. Sayang sekali bahwa perpustakaan ini dan semua buku yang ada di dalamnya dirusakkan oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh.
Kira-kira antara tahun 307 dan 308, Pamphilus ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa karena imannya. Sementara berada di penjara, ia bersama Eusebius - yang juga dipenjarakan - menulis sebuah apologi untuk rnembela Origenes; sebagian fragmen dari tulisan ini kini masih ada. Karena ia menolak untuk membawa korban kepada dewa-dewa kafir selama aksi penganiayaan oleh Maximinus Daza, ia dipenggal kepalanya antara tahun 309 atau 310.
Santo Ahmed, Martir
Ahmed adalah saudara Almansur, kepala negeri Lerida di Spanyol. Bersama dengan kedua adiknya Zaida dan Zoraida, Ahmed bertobat mengikuti Kristus dan dipermandikan menjadi Kristen, masing-masing dengan nama permandian: Bernard, Maria dan Gracia. Setelah menjadi Kristen ketiga kakak-beradik ini berusaha mengkristenkan Almansur, kakak mereka, tetapi tindakan mereka ini justru mengakibatkan kematian mereka sebagai martir. Mereka ditangkap dan diserahkan ke tangan algojo untuk dibunuh.