Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXI
Rabu, 27 Agustus 2025
PW S. Monika
Bacaan Pertama
1Tes 2:9-13
"Sambil bekerja siang malam, kami memberitakan Injil Allah kepada kalian."
Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika:
Saudara-saudara,
kalian tentu masih ingat akan usaha dan jerih payah kami.
Sebab kami bekerja siang malam,
agar jangan menjadi beban bagi siapa pun di antaramu.
Di samping itu kami pun memberitakan Injil Allah kepada kalian.
Kalianlah saksinya, demikian pula Allah,
betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku
di antara kalian yang telah menjadi percaya.
Kalian tahu, betapa kami telah menasihati kalian
dan menguatkan hatimu masing-masing,
seperti seorang bapa terhadap anak-anaknya;
dan betapa kami telah meminta dengan sangat,
agar kalian hidup sesuai dengan kehendak Allah,
yang memanggil kalian ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.
Karena itulah
kami tak putus-putusnya mengucap syukur kepada Allah,
sebab kalian telah menerima sabda Allah yang kami beritakan itu.
Pemberitaan kami itu telah kalian terima
bukan sebagai kata-kata manusia, melainkan sebagai sabda Allah,
sebab memang demikian.
Dan sabda Allah itu bekerja giat di dalam diri kalian yang percaya.
Demikianlah sabda Tuhan.
ATAU BACAAN LAIN:
Sir 26:1-4.13-16
Pembacaan dari Kitab Putra Sirakh:
Berbahagialah suami dari istri yang baik,
umurnya akan berlipat ganda.
Istri berbudi menggembirakan suaminya,
yang dengan tenteram akan menggenapi umurnya.
Istri yang baik adalah harta indah,
yang dianugerahkan kepada orang yang takut pada Tuhan.
Entah kaya, entah miskin, giranglah hatinya,
dan selalu cerialah roman mukanya.
Keelokan istri menyenangkan suaminya,
tetapi kepandaiannya membesarkan hatinya.
Suatu anugerah dari Tuhanlah istri pendiam,
dan tak terbayarlah nilai istri yang terdidik.
Karunia berlipat-dualah seorang istri yang sopan,
dan perempuan murni tidak ada imbangannya.
Laksana matahari yang sedang terbit di atas pegunungan Tuhan,
demikianlah keelokan istri baik
di tengah rumah tangga yang rapih.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 139:7-8.9-10.11-12ab,R:1a
Refren: Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku.
*Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu,
ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?
Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana;
jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati,
Engkau ada di situ.
*Jika aku terbang dengan sayap fajar,
dan membuat kediaman di ujung laut,
di sana pun tangan-Mu akan menuntun aku,
dan tangan kanan-Mu memegang aku.
*Jika aku berkata, "Biarlah kegelapan melingkupi aku,
dan terang sekelilingku menjadi malam,"
maka kegelapan pun tidak menggelapkan bagi-Mu.
ATAU MAZMUR LAIN:
Mzm 131:1.2.3
Refren: Tuhan, peliharalah damai-Mu dalam batinku.
*Tuhan, aku tidak tinggi hati,
dan tidak memandang dengan sombong;
aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar
atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku.
*Sungguh, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku;
seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya,
ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.
*Berharaplah kepada Tuhan, hai Israel,
dari sekarang sampai selama-lamanya.
Bait Pengantar Injil
1Yoh 2:5
Sempurnakanlah cinta Allah dalam hati orang
yang mendengarkan sabda Kristus.
Bacaan Injil
Mat 23:27-32
"Kalian ini keturunan pembunuh nabi-nabi."
Inilah Injil Suci menurut Matius:
Pada waktu itu Yesus bersabda,
"Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kalian orang-orang munafik,
sebab kalian itu seperti kuburan yang dilabur putih.
Sebelah luarnya memang tampak bersih,
tetapi sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.
Demikian pula kalian,
dari sebelah luar nampaknya benar,
tetapi sebelah dalam penuh kemunafikan dan kedurjanaan.
Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kalian orang-orang munafik,
kalian membangun makam bagi nabi-nabi
dan memperindah tugu peringatan bagi orang-orang saleh,
dan sementara itu kalian berkata,
'Seandainya kami hidup pada zaman nenek moyang kita,
tentulah kami tidak ikut membunuh para nabi.'
Tetapi dengan demikian kalian bersaksi melawan dirimu sendiri,
bahwa kalian keturunan pembunuh nabi-nabi itu.
Jadi, penuhilah takaran para leluhurmu!"
Demikianlah sabda Tuhan.
ATAU BACAAN LAIN:
Luk 7:11-17
Inilah Injil Suci menurut Lukas:
Sekali peristiwa
Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain.
Para murid serta banyak orang pergi bersama Dia.
Ketika Yesus mendekati pintu gerbang kota,
ada orang mati diusung ke luar,
yaitu anak laki-laki tunggal seorang ibu yang sudah janda,
dan banyak orang kota itu menyertai janda tersebut.
Melihat janda itu,
tergeraklah hati Tuhan oleh belas kasihan.
Lalu Tuhan berkata kepadanya, "Jangan menangis!"
Dihampiri-Nya usungan jenazah itu dan disentuh-Nya.
Maka para pengusung berhenti.
Tuhan berkata,
"Hai Pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!"
Maka bangunlah pemuda itu, duduk dan mulai berbicara.
Lalu Yesus menyerahkannya kepada ibunya.
Semua orang itu ketakutan,
dan mereka memuliakan Allah sambil berkata,
"Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,"
dan, "Allah telah mengunjungi umat-Nya."
Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea
dan di seluruh daerah sekitarnya.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Hari ini kita mendengar bagaimana Yesus mengecam para ahli Taurat dan orang Farisi. Sifat munafik mereka membuat Yesus gusar. Mereka kelihatan seolah-olah setia kepada Hukum Taurat, tetapi sebenarnya hati mereka tidak demikian.
Mereka senang berdoa dengan berdiri di rumah ibadat dan di tikungan jalan supaya dilihat orang. Mereka suka berjalan memakai jubah panjang, suka menerima penghormatan di pasar, dan senang duduk di tempat terdepan dalam perjamuan. Mereka mencela orang yang tidak berpuasa, yang melanggar hari Sabat, atau yang tidak membasuh tangan sebelum makan. Semua itu bukan karena kesetiaan kepada Allah, tetapi demi dipandang saleh oleh orang lain.
Yesus menyingkapkan kemunafikan ini dengan keras. Ia pernah berkata: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia" [Mat 15:8].
Lalu bagaimana dengan kita? Adakah kita masih menyimpan kemunafikan dalam hidup sehari-hari? Apakah kita datang ke gereja benar-benar untuk berjumpa dengan Tuhan dalam Ekaristi, atau hanya karena malu kalau ketahuan tidak hadir? Apakah kita berbuat baik karena dorongan kasih, atau karena ingin dihormati orang?
Yesus mengingatkan, jangan sampai kita sibuk menunjuk kemunafikan orang lain, tetapi lupa pada diri sendiri. "Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?" Teguran ini jelas: kita mesti mulai dari diri sendiri, bebas dari kemunafikan, sebelum berbicara tentang orang lain.
Sumber kemunafikan sering kali adalah rasa malu akan kelemahan kita, lalu kita menutupinya dengan topeng kepura-puraan. Atau bisa juga karena kesombongan, terlalu meninggikan diri sendiri sehingga jadi congkak. Padahal Yesus sudah mengajarkan jalan yang lain: jalan kerendahan hati.
Ia bersabda, "Apabila engkau diundang ke suatu pesta perjamuan, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu" [Luk 14:10]. Dan Yesus menegaskan, "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Inilah pesan bagi kita hari ini: tinggalkan kemunafikan, hidupi kejujuran, dan pelihara kerendahan hati. Sebab hanya dengan hati yang tulus, kita sungguh-sungguh memuliakan Tuhan.
Peringatan Orang Kudus
Santa Monika, Janda
Monika, ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga Kristen yang saleh dan beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya.
Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis hidup suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikannya di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.
Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: "Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang baginya telah kau curahkan begitu banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu". Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan batinnya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga kemudian ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal perjalanan mereka pulang ke Afrika: "Kami berdua terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik, sambil melupakan liku-liku masa lampau dan menyongsong hari depan. Kami bertanya-tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga. Dan akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu berkata: "Anakku, bagi ibu sudah tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan ibu di dunia ini sudah terkabul". Dalam tulisan lain, Agustinus mengisahkan pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia: "Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata: "Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang apa lagi yang aku harapkan?"
Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia berkata: "Anakku, satu-satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan daku di altar Tuhan". Monika akhirnya meninggal di Ostia, Roma. Teladan hidup Santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, tak dapat tiada akan didengarkan Tuhan.